Jakarta, Indonesia —
Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) meminta subsidi Rp7 juta per unit untuk terus mengakuisisi sepeda motor listrik. Perkembangan yang terjadi saat ini disebut-sebut membuat konsumen memutuskan untuk menunda pembelian di harga normal.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menghentikan pembayaran subsidi tepat waktu karena jumlah yang ditetapkan undang-undang telah tercapai pada tahun ini. Pada awal tahun, Kementerian Perindustrian menyebutkan jumlah pada 2024 sebanyak 50 ribu unit, kemudian ditambah 10 ribu unit sehingga total menjadi 60 ribu unit.
Berdasarkan data situs Cisapira, saat ini sepeda motor listrik telah mendapat subsidi sebanyak 60.823 unit dan alokasi fiskal yang tersedia dilaporkan sebesar 0 .
Wakil Presiden Esmoly Wilson Teoh menjelaskan dalam pertemuan dengan pimpinan DPR RI, Rabu (10/10) bahwa diperlukan dukungan untuk meningkatkan jumlah sepeda motor listrik di Tanah Air. Ia mengatakan, sepeda motor listrik di Indonesia saja hanya berjumlah 130.000 unit, namun angka tersebut hanya mewakili 0,5 persen dari jumlah sepeda motor tradisional yang dimiliki masyarakat.
“Untuk mengembangkan industri sepeda motor listrik lebih cepat, kami membutuhkan dan mengharapkan bantuan dari pemerintah agar kami dapat mendukung rencana pemerintah ini untuk seluruh bagian perusahaan Rp 7 juta,” ujarnya.
Wilson kemudian mengungkapkan, pengguna kini memilih berhenti menggunakan sepeda motor listrik setelah keluarnya subsidi Rp 7 juta dari pemerintah. Menurut dia, konsumen juga menunggu keputusan pemerintah mengenai kelanjutan subsidi.
“Kami juga melihat di akhir tahun 2024 seluruh kuota subsidi sudah terserap sehingga konsumen menunggu apakah akan terus disubsidi,” ujarnya.
“Dan konsumen juga mengharapkan rencana yang lebih konkrit dalam perluasan program dukungan pemerintah,” tegasnya.
Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023, kuota dukungan Rp7 juta per unit untuk pembelian sepeda motor listrik diberikan maksimal 200 ribu unit pada tahun 2023 dan 600 ribu unit pada tahun 2024.
Aturan tersebut tidak memuat penafsiran apa pun terhadap angka 2025 yang bertepatan dengan rezim Presiden Prabowo Subian. (jelek/jelek)