Jakarta, CNN Indonesia —
Pama Yanma Polda NTT, Ipda Rudy Soik yang sebelumnya dijatuhi hukuman pemberhentian (PTDH) karena banyak tindak pidana, mengajukan pengaduan ke Polda NTT.
Sebelumnya, Ipda Rudy Soik dibebaskan dari kepolisian usai penyidikan kasus mafia bahan bakar solar (BBM) bersubsidi di NTT.
“Aduan yang disampaikan Ipda Rudi Soik sudah kami terima, dan kami (Polda NTT) akan mengatur proses pengaduannya,” kata Kabid Humas Polda NTT Kompol Ariasandy di Kupang, Kamis (17/17). ). 10).
Sebelumnya, Rudi Soik diuji Kode Etik Profesi Kepolisian (KKEP) pada 10 Oktober 2024. Usai proses persidangan, pada 11 Oktober 2024, Rudi diganjar hukuman PTDH.
Pengajuan banding ini merupakan tindakan hukum yang dilakukannya untuk meminta peninjauan kembali atas putusan tersebut.
Ariasandy menegaskan niat Polda NTT untuk menciptakan sistem hukum yang adil dan transparan, memberikan kesempatan kepada seluruh anggota Polri untuk mempertahankan haknya sesuai aturan yang berlaku.
“Kami berharap proses banding ini dapat diselesaikan dalam waktu dekat,” kata Sekretaris Jenderal Timor (TTS).
Ariasandy menjelaskan, terdakwa yang dikenai sanksi administratif berhak mengajukan banding atas putusan perkara tersebut kepada pejabat yang mengadu ke KKEP melalui sekretaris KKEP sesuai UUD Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Perilaku. dan Kepolisian Nasional. Komisi Kode Etik Pasal 69.
“Surat pengaduan ditandatangani oleh pelapor dan disampaikan secara tertulis kepada Kantor KKEP dalam jangka waktu paling lama tiga hari kerja setelah KKEP membacakan putusan perkara,” ujarnya.
Ia menambahkan, setelah laporan pemakzulan keluar, pelapor menyerahkan memo kepada jaksa KKEP untuk memakzulkan sekretaris KKEP dalam jangka waktu 21 hari kerja sejak diterimanya putusan perkara KKEP.
Seperti yang terlihat dari aksi PTDH Polres NTT terhadap Pama Yanma Polres NTT, Ipda Rudy Soik, tak hanya soal pemasangan garis polisi di dua wilayah Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.
Meski tidak ditemukan bukti adanya kesalahan baik di lokasi kejadian maupun saat pemeriksaan, namun Inspektur Rudy Soik tidak bisa membuktikan bahwa penyelidikan telah dilakukan sesuai SOP penyidikan.
Namun keputusan PTDH itu diambil berdasarkan sejumlah laporan polisi dan bukti-bukti tindak pidana lain yang berhasil diselesaikan kepolisian NTT.
Dulu, Rudy Soik buka suara soal sanksi pemberhentian atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) usai penyidikan kasus mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar.
Rudy yang sebelumnya bekerja sebagai KBO Badan Reserse Kriminal Kota Kupang mengaku kaget dengan keputusan pemecatan dirinya. Dia menyebut perintah deportasi itu sebuah kekejian.
“Saat saya memasang garis polisi pada mafia minyak dengan menggunakan barcode nelayan, betapa saya diadili oleh PTDH. Saya kaget dengan keputusan itu, tapi bagus, sebagai warga negara yang taat hukum, saya mengikuti prosesnya. detikcom, Senin (14/10).
Rudy mengungkapkan, dirinya mendapat tekanan selama proses holding Komite Pemerataan NTT (KKEP). Sebab, ia memilih tak menghadiri sidang vonis pada Jumat (11/10) setelah mengikuti sidang pada Rabu (9/10). Selain itu, kata Rudy, kasus KKEP hanya fokus pada sistem pemasangan garis polisi yang melanggar prosedur.
“Saya sangat tegas dalam memberikan keterangan saat itu. Misalnya kalau ada polisi, ada beberapa catatan hari itu, tapi tentu saja (pimpinan pengadilan) memaksa saya untuk memberi tahu mereka hanya pada tanggal 27 (Juni 2024), kata Rudy.
“Komisi kasus menanyakan kenapa saya memasang garis polisi, itu yang mereka minta saya jelaskan, tapi saya tidak diberi tempat untuk menjelaskan sampai akhirnya saya ditangkap pada tanggal 27,” ujarnya. .
Rudy pun menjelaskan, dalam pemeriksaan ia diberi kesempatan untuk menanyakan kepada Ahmad Ansar mengenai kepemilikan bahan bakar yang disimpan dalam jumlah tersebut.
Ahmad mengaku kepada Rudy, BBM ilegal yang disimpannya diserahkan ke Satuan Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda NTT. Di ruang sidang, Rudy kembali menanyakan beberapa fakta kepada Algazali. Saat itu, Algazali juga mengaku telah memberikan uang sebesar sepuluh juta kepada seorang anggota polisi di Polda NTT terkait kasus BBM.
Namun, kata Rudy, komisi yang menangani kasus tersebut menilai kasus ini tidak perlu dibicarakan lebih lanjut karena diperkirakan akan menyebar ke daerah yang jauh.
Di sisi lain, Divisi Propam Polri akan memberikan bantuan kepada Divisi Propam Kabupaten Nusa Tenggara Timur dalam penanganan kasus Rudy.
Kepala Propam Polri Irjen Abdul Karim mengatakan pihaknya memberikan bantuan untuk memastikan dan menjaga seluruh proses penyidikan berjalan lancar.
“Itu tanggung jawab Polda (NTT). Kita akan bantu, tapi masalahnya ditangani Polda. Bantuan dari Divpropam (Polri) ada,” ujarnya kepada wartawan, Senin (14/10). . ).
(Antara/anak)