Jakarta, CNN Indonesia —
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS) berhasil menghemat US$1 miliar atau sekitar Rp15,4 triliun (berdasarkan nilai tukar Rp15.470 per dolar AS) dari praktik penipuan di tahun 2024.
Teknologi pembelajaran mesin digunakan oleh Departemen Keuangan AS untuk meningkatkan kekuatan mereka hampir tiga kali lipat dalam mengidentifikasi dan melindungi kejahatan uang dibandingkan tahun lalu, lapor CNN, Kamis (17/10).
“Ini adalah jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membantu game ini mendeteksi penipuan dan mencegahnya,” kata Renata Miskel, kepala Departemen Keuangan AS, dalam wawancara telepon dengan CNN.
AI membantu Departemen Keuangan AS menganalisis data dalam jumlah besar dengan lebih baik dan menemukan pola mencurigakan yang sulit diakses dalam waktu singkat.
Departemen Keuangan AS mengungkapkan jumlah total penipuan yang dihentikan dan dipulihkan pada tahun 2024 akan melebihi US$ 4 miliar (sekitar Rs 61,8 triliun), enam kali lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
AI pertama kali digunakan oleh pemerintah AS untuk mengidentifikasi kejahatan keuangan pada akhir tahun 2022. Hal ini dilakukan menyusul meningkatnya kasus penipuan selama pandemi Covid-19, ketika pemerintah menggalakkan distribusi bantuan darurat kepada konsumen dan dunia usaha.
Tujuan utama penggunaan AI adalah untuk melindungi dana publik dari penyalahgunaan. Namun Miskell menjelaskan bahwa AI yang digunakan bukanlah AI buatan seperti Chat GPT OpenAI atau Google Gemini, melainkan metode pembelajaran mesin yang berfokus pada analisis data dalam jumlah besar.
“Penipu sangat pandai bersembunyi,” kata Miskell. “Menggunakan AI dan data membantu kita mengidentifikasi strategi dan kesalahan tersembunyi serta berupaya menghentikannya.”
Departemen Keuangan AS sendiri merupakan salah satu lembaga keuangan terbesar di dunia. Setiap tahunnya, badan tersebut memproses sekitar 1,4 miliar transaksi senilai sekitar US$7 triliun, termasuk pembayaran Jaminan Sosial, laporan pajak, gaji pegawai pemerintah, dan pemeriksaan insentif. Hal ini menjadikan Departemen Keuangan sebagai target utama para penipu.
Penggunaan AI juga meningkat di lembaga pemerintah lainnya, termasuk Internal Revenue Service (IRS), yang mengadopsi AI untuk mendeteksi penghindaran pajak dalam laporan kompleks dari dana lindung nilai, firma hukum, dan perusahaan besar lainnya.
Miskell menekankan bahwa meskipun AI berperan penting dalam deteksi penipuan, keputusan akhir selalu dibuat oleh manusia.
“Masyarakat selalu terkena dampaknya,” kata Miskell.
Ia juga memastikan sistem AI hanya digunakan untuk menandai aktivitas mencurigakan, namun pemeriksaan manual tetap dilakukan sebelum mengambil tindakan.
Pemerintah AS juga mempercepat pengembangan alat deteksi penipuan, termasuk bekerja sama dengan lembaga pemerintah untuk memerangi penipuan asuransi pengangguran dan menguji sumber data baru yang dapat mengidentifikasi pembayaran mencurigakan dengan lebih baik.
(Sabtu/sfr)