Makassar, CNN Indonesia –
Calon Gubernur Sulawesi Tengah (Sultang) nomor urut 2, Anwar Hafid mengatakan, salah satu faktor kemunduran SMA di Sulteng adalah rasa malas.
Hal itu disampaikan Anwar Hafid saat menjawab pertanyaan Calon Gubernur Sulteng Nomor Urut 1 Ahmed Ali yang mengabarkan tingginya angka anak putus sekolah di Sulteng pada sesi tanya jawab pertama Sulteng 2024. Pemilihan Gubernur.
“Sulawesi Tengah termasuk daerah yang sekolah menengahnya semakin berkurang, padahal banyak siswa usia sekolah yang belum mencapai perguruan tinggi atau universitas. Banyakkah anak-anak di Sulteng yang tidak bisa lulus?”, tanya Ahmed Ali merujuk pada pesan di saluran YouTube KPU Sulawesi Tengah, Kamis (17/10).
“Tidak semua orang putus sekolah karena urusan bisnis, tapi ada alasan lain. Kemalasan salah satu faktornya, kehidupan keluarga salah satu faktornya,” jawab Anwar.
Anwar pun disebut-sebut sudah menyiapkan solusi untuk mencegah anak-anak putus sekolah di Sulteng jika terpilih menjadi Gubernur Sulteng.
“Kami juga menyiapkan solusi bagi mereka yang putus sekolah, misalnya saja mereka tidak tamat SMA, namun jika ingin bekerja perlu ijazah matrikulasi, maka Paket C menjadi solusi bagi mereka untuk mendapatkan ijazah dan bekerja. keterampilan,” katanya.
Selain solusi tersebut, Anwar meminta kepada dua proyek terkait pendidikan terbaik di Sulteng untuk mencegah anak usia sekolah kembali putus sekolah dengan membuat BLK dan memberikan donasi kepada pihak yang membutuhkan.
Menanggapi jawaban Anwar, Ahmed Ali kembali menegaskan bahwa jawaban tersebut tidak bisa dijawab dan memberikan jawaban yang baik terhadap permasalahan prinsip penyebab anak sekolah dasar (SD) di Sulawesi Tengah putus sekolah.
Bahkan Ahmed Ali yang berpasangan dengan Wakil Gubernur (Quogov) Abdul Karim Al-Jufri juga turut terharu dengan anak-anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tidak bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Sulawesi Tengah.
“Kenapa masih ada siswa SMA yang tidak bersekolah atau bersekolah karena tidak mampu? Atau mungkin karena baju atau bukunya mahal? Atau sekolahnya jauh? Tidak ada kelas lagi?” Lanjut Ahmad Ali.
“Jadi kita perlu memikirkan hal ini dan mencari solusinya,” pungkas Ahmed Ali.
(Mir/DAL)