Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membenarkan Presiden terpilih Prabowo Subianto memintanya kembali menjabat Bendahara Negara di kabinet berikutnya.
Komitmen itu terungkap usai bertemu dengan Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara VI, Senin (14/10) lalu.
“Dia meminta saya jadi Menteri Keuangan lagi,” kata perempuan yang akrab disapa Ani itu.
Ani menjelaskan, permintaan tersebut disampaikan Prabowo setelah berdiskusi panjang dengannya.
Menurut dia, ia dan Prabowo beberapa kali bertemu untuk membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta mendengarkan program prioritas Presiden dan Wakil Presiden yang baru terpilih.
Makanya kami selalu konsultasi. Kemudian kami juga akan membahas berbagai langkah penguatan Kementerian Keuangan dan Keuangan Negara agar bisa mendukung program-programnya, tambah Ani.
Ia menilai, Prabowo sangat memperhatikan keadaan APBN dan dampaknya terhadap masyarakat. Prabowo memberinya instruksi untuk mengoptimalkan pajak dan belanja pemerintah.
“Beliau sangat memperhatikan dampak APBN terhadap masyarakat. Itu yang menjadi tekanan beliau. Makanya kami sudah lama ngobrol dengan beliau. Jadi, saat pembentukan pemerintahan, beliau meminta saya jadi Menteri Keuangan juga. , ” jelasnya.
Sementara itu, Ekonom Senior Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu mengungkapkan, Sri Mulyani akan memiliki tiga wakil menteri (wamen) jika kembali menjabat menteri keuangan di kabinet Prabowo-Gibran. Hal itu disampaikan Anggito usai pertemuannya dengan Prabowa, Selasa (15/10).
“Ketiganya (Wakil Menteri Keuangan). Tugasnya berat dan cakupannya cukup luas. Tanggung jawabnya tidak hanya menjaga stabilitas, tapi juga melancarkan APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” kata Anggito.
Dia menjelaskan, meski ada tiga wakil menteri, namun tidak ada penambahan direktorat di Kementerian Keuangan. Ia juga mengatakan, saat ini belum ada rencana pembentukan Badan Pendapatan Negara seperti yang direncanakan Prabowo.
Dalam kesempatan itu, Thomas Djiwandono menyampaikan tiga Wakil Menteri Keuangan adalah Anggito dan Suahasil Nazara. Thomas dan Suahasil saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan.
“Jadi kami bertiga ini diberi tugas untuk membantu menjalankan tugas Menteri Keuangan. Tadi banyak pesan yang disampaikan, salah satunya adalah optimalisasi pendapatan negara,” ujarnya.
Lantas apa dasar Prabow mempertahankan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan di kabinetnya?
Direktur Center for Economic and Legal Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, Sri Mulyani memiliki pengalaman panjang selama 13 tahun menjabat Menteri Keuangan.
Reputasi internasional Sri Mulyani dan kedekatannya dengan lembaga pemberi pinjaman multilateral seperti Bank Dunia juga diyakini memfasilitasi komunikasi Sri Mulyani dengan mitra keuangan global. Sehingga Bhima melihat, Prabowo membutuhkan menteri keuangan yang diinginkan pasar.
Apalagi defisit anggaran pascapandemi kurang dari 3 persen. Artinya, Sri Mulyani berkomitmen terhadap disiplin fiskal.
Selain itu, Bhima menilai, Prabowo juga mengindikasikan membutuhkan Sri Mulyani untuk menyelesaikan permasalahan tunggakan utang dan tingginya bunga utang pada 2025-2029.
Karena SMI (Sri Mulyani Indrawati) menyetujui pinjaman tersebut, maka seharusnya dia membantu dan bertanggung jawab atas masalah utang ini, kata Bhima kepada fun-eastern.com, Selasa (15/10).
Bhima mengatakan, pekerjaan rumah berat Sri Mulyani ke depan adalah meningkatkan penerimaan pajak tanpa mengganggu belanja kelas menengah. Pasalnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 hingga 9 persen diperlukan tax rasio yang lebih tinggi.
Ia menilai, kebijakan Sri Mulyani sebelumnya sebagai Menteri Keuangan gagal menaikkan tax rasio di atas 11 persen meski ada dua kali amnesti pajak yang digelar. amnesti pajak.
Sementara target tax rasio yang diusung Prabowo mencapai 23 persen. Bhima menanyakan apakah Sri Muljani telah mencapai tujuan tersebut.
Pembentukan Badan Pendapatan Negara di luar Kementerian Keuangan akan menghambat Sri Mulyani dalam mendorong pajak. Hal ini bisa mengakibatkan Sri Mulyani hanya mengurus utang negara dan belanja pemerintah.
Menurut Bhima, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kebijakan Sri Mulyani saat menjabat Menteri Keuangan agar hal serupa tidak terulang kembali. Pertama, meningkatnya utang negara pada era Sri Mulyani membuat utang tidak lagi berguna, melainkan menjadi beban pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terbukti dengan bertambahnya utang tidak berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Utang juga harus dikurangi karena program Prabowo ke depan sangat membutuhkan anggaran yang besar, jelas Bhima.
Kedua, kasus petugas pajak yang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kementerian Keuangan. Ia menilai pengawasan internal harus lebih ketat karena pajak atas tunjangan pegawai cukup tinggi.
Ketiga, Bhima menilai Sri Mulyani belakangan ini menjadi penghambat transisi energi setelah adanya analisis bahwa penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dapat merugikan keuangan negara.
Padahal, menurut Bhima, emisi karbon dan kerugian kesehatan masyarakat akibat pengoperasian PLTU batubara tidak tergolong kerugian.
Hal ini dinilai merupakan langkah mundur bagi Menteri Keuangan dalam mempercepat transisi energi.
Hal ini bertentangan dengan munculnya SMI di forum internasional yang ingin menarik lebih banyak dana dari negara maju untuk membantu Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap energi fosil, ujarnya.
Bersambung di halaman berikutnya..