Jakarta, Indonesia —
Pada Senin (21 Oktober), Raja Charles III menentang Senator independen Australia Lydia Thorpe. Peristiwa itu terjadi di gedung parlemen Australia, yang merupakan bagian dari rangkaian kunjungan Charles dan Camilla ke sana.
Setelah Charles menyelesaikan pidatonya, Lydia berteriak kepada Raja Inggris, “Kamu bukan rajaku” dan “Kembalikan tanah kami. Kembalikan apa yang telah kamu curi.
Roncus mengumumkan bahwa situasi keamanan adalah memindahkan petugasnya dan mengawal Senator Lydia dari tempat tersebut.
Sebelum meneriaki Charles, dari media tradisional Australia, Thorpe membacakan bacaan “God Save the King”. Saya bisa menyetrika baju saya sambil berdiri berhadapan dengan peserta lainnya.
Istri Thorpe adalah DjabWurrung Gunnai Gunditjmar, salah satu penduduk asli Australia, yang telah lama mengabdi dalam perjanjian tersebut dan sangat menentang monarki Inggris.
Penduduk asli Australia tidak pernah menyerah kepada pemerintah dan tidak pernah terlibat dalam perjanjian dengan Kerajaan Inggris. Australia tetap berbentuk republik dengan raja sebagai kepala negara.
Pada upacara pelantikan tahun 2022, Thorpe melapor kepada kepala negara Australia saat itu sebagai “koloni Yang Mulia Ratu Elizabeth Kedua” dan diminta untuk mengambil sumpah lagi. Dia melakukan ini sambil mengangkat tangannya ke udara.
Sementara itu, dalam pidatonya, Charles memberikan penghormatan kepada masyarakat adat Australia yang mendiami tanah tersebut sepuluh ribu tahun sebelum kedatangan penjajah Inggris sekitar 230 tahun lalu.
“Semasa hidup saya, penduduk asli Australia telah memberi saya kehormatan besar dengan bermurah hati berbagi cerita dan budaya mereka,” kata Raja Charles.
“Yang bisa saya katakan hanyalah betapa pengalaman saya telah dibentuk dan diperkuat oleh kebijaksanaan yang diwariskan ini.”
Sebelumnya, upacara penyambutan tradisional Aborigin diadakan di luar Gedung Parlemen untuk kedua bangsawan tersebut. Meskipun banyak orang barbar di negara ini yang tidak terlalu ramah.
Kedatangan pemukim Inggris di Australia menyebabkan pembantaian masyarakat adat di ratusan tempat di seluruh negeri sejak tahun 1930an. Para orang tua mereka menderita rasisme dan diskriminasi di negara yang tidak pernah merasa tidak nyaman selama berabad-abad. (membuat)