Jakarta, CNN Indonesia —
Satrio Somantri Brodjonegoro resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kementerian baru di Kabinet Merah Putih era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Nama Satrio dibeberkan Prabowo dalam pengumuman menteri dan wakil menteri di Istana Negara, Jakarta, Minggu malam (20/10).
Selain itu akan ada Stella Christie yang akan duduk sebagai Wakil Menteri di Kementerian terkait.
Sebelum dilantik menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Prabowo setidaknya sudah tiga kali menelepon Satyo.
Presiden ingin mendengar masukannya mengenai permasalahan dunia ilmu pengetahuan, pendidikan tinggi, dan kendala penelitian di Indonesia. Satrio menyampaikan hal tersebut dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia pada Juli lalu saat membahas berbagai isu mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian di Indonesia saat ini.
Sebagai mantan dekan Fakultas Teknik ITB, guru besar teknik mesin, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, bahkan presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Satriou memiliki segudang pengalaman menangani permasalahan tersebut.
Dari Prabowo, Satriou mengatakan pemilihan pejabat tinggi yang akan bertugas mengelola penelitian dan pendidikan tinggi merupakan hal yang penting dan krusial dalam memperbaiki lingkungan penelitian saat ini.
“Tidak banyak orang berbakat di luar sana, tapi Anda harus berani untuk sukses,” kata Satriou.
“Padahal, orang itu harusnya bisa dihormati oleh komunitas riset di Indonesia. Yang penting juga, jangan sampai dia dibiarkan lho, siapa dia? Kita tidak tahu. Hormat dari peneliti, ilmuwan, dan For apa yang dilaksanakan harus didengar oleh masyarakat peneliti, “maka beliau juga mendapat kepercayaan dari Presiden sehingga dapat menyampaikan apa yang diharapkan Presiden,” jelasnya.
Satyo, yang saat ini berusia 68 tahun, berasal dari keluarga guru yang mempunyai jabatan tinggi di bidang pendidikan.
Ayahnya, Somantri Brodjonegoro, adalah salah satu orang pertama yang menerima beasiswa teknik di luar negeri setelah Indonesia merdeka.
Ketiga putra Somantri juga menjadi guru. Selain Satrio, ada juga Irsan Somantri yang kini mengajar di ITB dan Bambang Brodjonegoro yang pernah menjabat sebagai Dekan FE UI, Menteri Keuangan, Menteri Riset dan Teknologi, serta Menteri Perencanaan/Kepala Bappenas pada pemerintahan Presiden Joko Widodo. . .
Satriou lahir pada tanggal 5 Januari 1956 di Delft, Belanda. Namanya terkenal di dunia penelitian dan pendidikan.
Beliau memperoleh gelar PhD di bidang Teknik Mesin dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat pada tahun 1985. Kemudian, tujuh tahun kemudian, beliau terpilih menjadi Ketua Departemen Teknik Mesin ITB.
Satriou memprakarsai reformasi pendidikan tinggi untuk meningkatkan kualitas agar mahasiswa dapat berdaya saing. ITB dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional saat itu mengambil alih proses ini.
Penelitian pilihan Presiden
Dalam diskusinya dengan Presiden Prabowo usai dinyatakan terpilih dalam Pilpres, Satriou mengatakan penting untuk mengembangkan kemampuan riset dasar untuk mendorong kapabilitas riset jenis lain agar bisa menyusul lebih cepat.
Selama ini permasalahan anggaran kerap menjadi kendala karena penelitian dinilai membebani APBN. Mulai dari RCD hingga Menteri Keuangan dinilai kerap mengabaikan kebutuhan penelitian karena dinilai tidak berkontribusi banyak terhadap pembangunan.
“Pertama-tama, untuk bisa meyakinkan DPR dan birokrasi bahwa riset itu penting, maka harus didukung ekosistem yang memadai. Jadi kita butuh seseorang yang percaya pada Pak Prabowo. Maukah dengan Pak Prabowo [Juga] yang memutuskan. Misalnya, baik atau tidak, dan juga aturannya,” kata Satriou.
Meski pada pemerintahan sebelumnya penelitian dikelola oleh kementerian atau lembaga tertentu, namun menurut Satriou hasilnya masih jauh dari harapan.
Dalam hal upaya membangun penelitian dasar yang diharapkan baru dapat diketahui hasilnya setelah lebih dari sepuluh tahun dan bukan merupakan suatu bentuk inovasi praktis, maka upaya penyediaan anggaran sangat sulit dilakukan.
“Misalnya Menteri Keuangan, kalau dia berbuat semaksimal mungkin, uangnya tidak akan keluar ya, jadi simpanlah uang itu dengan susah payah. Nah, jadi perlu ada pilihan Presiden.
Soal penelitian dasar ini, sudah diberikan perintah kepada Menteri Keuangan untuk memberikan pendanaan penelitian dasar, itu saja. Bukan hanya jumlah pendanaannya, tapi juga mekanismenya, kata Satriou.
(Staf/DMI)