Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan serah terima jabatan kepala negara pada 20 Oktober mendatang. Ia akan digantikan oleh Presiden Prabowo Subianto yang terpilih pada 20 Oktober 2024.
Meski masa jabatan Jokowi telah berakhir, namun Jokowi masih memiliki sejumlah tugas dan tujuan yang belum tercapai.
Berikut adalah target yang belum tercapai.
1. Pertumbuhan ekonomi
Saat pertama kali menjadi presiden, Jokowi mempunyai mimpi dan berjanji akan mendongkrak perekonomian Indonesia. Pada kampanye tahun 2014, Jokowi berjanji akan menumbuhkan perekonomian Indonesia hingga 7 persen.
Setelah itu, ia mencatat janji tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Dalam buku tersebut, pemerintahan Jokowi menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8, 6,6, 7,1, 7,5, dan 8 persen pada 2015-2019.
Bertolak belakang dengan ekspektasi Jokowi, perekonomian Indonesia rata-rata hanya tumbuh sebesar 4,12 persen pada 2014-2015. Akibat permasalahan tersebut, pemerintahan Jokowi mulai menurunkan targetnya dengan menetapkan target pertumbuhan ekonomi RPJMN sebesar 5,6-6,2 persen untuk tahun 2020-2024 pada periode kedua pemerintahannya.
Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,05 persen pada triwulan II tahun 2024.2. Tingkat kemiskinan
Pada masa jabatan pemerintahan kedua yang ditetapkan pada 2020-2024. RPJMN 2018, Jokowi menargetkan penurunan angka kemiskinan Indonesia menjadi 6-7 persen dan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada tahun 2024.
Berdasarkan data BPS, laporan angka kemiskinan Indonesia terus berfluktuasi selama empat tahun terakhir. Bukannya berkurang, jumlah penduduk miskin di Indonesia justru meningkat di masa pandemi Covid.
Pada September 2020, BPS mencatat angka kemiskinan meningkat dari 2,76 juta orang menjadi 27,55 juta orang. Angka kemiskinan terus menurun dari 9,57 persen pada September 2022 menjadi 9,35 persen pada Maret 2023.
Namun hingga Maret 2024, angka kemiskinan masih sebesar 9,03 persen.
3. Tingkat pengangguran
Pada Februari 2024, tingkat pengangguran (TPR) sebesar 4,82 persen dengan jumlah pengangguran sebanyak 7,2 juta orang. Angka TPT sebesar 5,01 persen pada tahun 2019, yang merupakan rekor tahun kedua bagi Jokowi, dan jumlah pengangguran mencapai 6,82 juta orang.
Sedangkan pada tahun 2014, TPT sebesar 5,7 persen dan pengangguran sebanyak 7,2 juta orang. Sedangkan tahun 2020-2024 Target RPJMN Jokowi untuk TPT sebesar 3,6-4,3 persen. Koefisien pajak
Hingga akhir masa kepemimpinan Jokowi, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak pernah mendekati angka 12,2 persen yang dijanjikan pada Pilpres 2019.
Saat pertama kali menjabat pada tahun 2015, angka penerimaan pajak sebesar Rp1.240,42 triliun dengan rasio 10,76 persen terhadap PDB. Sedangkan pajak bisa menghimpun Rp 2.154,2 triliun pada tahun 2023, namun angkanya hanya 10,2 persen.
Untuk tahun 2020-2024, target tarif pajak yang ditetapkan RPJMN adalah 10,7 hingga 12,3 persen PDB.
5. Rasio gini
Target Jokowi adalah koefisien Gini atau derajat ketimpangan sebesar 0,360-0,374. Indeks Gini mempunyai skala 0 sampai 1. Skor 0 berarti bergerak menuju kesetaraan atau keseragaman. Pada saat yang sama, skala 1 menunjukkan kondisi yang semakin timpang atau sangat timpang.
Berdasarkan laporan BPS, rasio Gini Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,379. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, indikator ini mengalami penurunan sebesar 0,009 poin menjadi sebesar 0,388.
Namun, beberapa tujuan Jokowi tercapai.
Rinciannya diberikan di bawah ini 1. Peningkatan investasi
2020-2024 RPJMN 2018 Jokowi menargetkan pertumbuhan investasi meningkat dari 6,6 persen menjadi 7,0 persen setiap tahunnya. Sebagaimana tertuang dalam dokumen tersebut, untuk mencapai tujuan tersebut, mendorong penanaman modal swasta, penanaman modal asing dan dalam negeri, membatalkan prosedur penanaman modal, menyinkronkan dan menyelaraskan peraturan perizinan.
Pertumbuhan investasi juga didorong oleh peningkatan investasi pemerintah, termasuk BUMN, khususnya di bidang infrastruktur.
Pada April-Juni 2024, investasi mencapai Rp428,4 triliun, meningkat 6,7 persen dibandingkan periode sebelumnya.
2. Inflasi
RPJMN 2020-2024 Jokowi menargetkan inflasi tetap di angka 2,7 persen pada tahun 2024.
Hal ini dilakukan melalui peningkatan ketersediaan produk pangan strategis, penguatan pengelolaan sistem logistik nasional dan komunikasi antar daerah, peningkatan kerjasama antar daerah, penetapan ekspektasi inflasi pada indikator sasaran, dan peningkatan kualitas data atau statistik.
Padahal, menurut BPS, inflasi RI pada Juni 2024 sebesar 2,51 persen year-on-year (y-o-y). Sementara itu, terjadi deflasi sebesar 0,08 persen
CEO Selios Bhima mengatakan ada 4 tantangan yang menghalangi banyak tujuan Yudhistira Jokowi mencapai akhir masa jabatannya.
Pertama, tingginya ketergantungan perekonomian Indonesia pada sektor bahan baku sumber daya alam. Menurutnya, ketergantungan tersebut membuat perekonomian Indonesia rapuh.
Hal ini disebabkan karena harga produk berubah.
“Meski ada arah hilirnya, namun basisnya masih pertambangan sehingga belum masuk ke sektor teknologi tinggi atau high-tech. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditentukan oleh harga bahan baku,” ujarnya kepada CNNIndonesia. com minggu ini. .
Kedua, informalisasi kesempatan kerja. Pada Februari 2014, menurut data BPS, jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal mencapai 57,9 persen dari total penduduk yang bekerja.
Sementara itu, pada bulan Februari 2024, porsi informal meningkat menjadi 59,17 persen.
“Hal ini menunjukkan bahwa lapangan kerja di Indonesia bersifat informal selama 10 tahun terakhir,” ujarnya.
Ketiga, industrialisasi prematur terus berlanjut. Menurut dia, saat ini pangsa industri masih di bawah 20 persen terhadap PDB. Hal ini berdampak pada penyerapan lapangan kerja di sektor formal.
“Industri yang menginvestasikan 30% pada penerimaan pajak, jika menghadapi depresi maka tax rasio yang dihasilkan juga akan kesulitan untuk melampaui 12%,” ujarnya.
Keempat, pembangunan infrastruktur yang tidak kunjung turun. Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi justru mempercepat arus barang impor dari China.
Padahal, di saat yang sama, banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi infrastruktur.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Muhammad Faisal mengatakan kegagalan Jokowi dalam mengatasi kemiskinan dipicu oleh solusi yang tidak mengatasi akar permasalahan.
Menurutnya, pemerintahan Jokowi sebenarnya sudah banyak memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin. Namun sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan dengan program penyuluhan.
Akibatnya, bantuan sosial tidak mengangkat masyarakat miskin keluar dari jurang kemiskinan, namun hanya menjadi penyelamat.
Tantangannya saat ini tentu saja mulai dari pengentasan kemiskinan hingga bagaimana mengembangkan program pemberdayaan yang mengentaskan kemiskinan secara permanen. Mengatasi akar permasalahan kemiskinan dan mengangkat masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan menuju kehidupan yang sejahtera, ujarnya.
(del/lau/agt)