Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden Prabowo Subianto berjanji membawa Indonesia mencapai ketahanan pangan dalam 4 hingga 5 tahun ke depan.
Ia menekankan, Indonesia harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, Prabowo mengaku telah berdiskusi dengan banyak pakar mengenai konsep kemandirian.
“Saya yakin dalam 4 sampai 5 tahun (setelah tahun 2024) kita akan mandiri di bidang pangan, dan kita siap menjadi keranjang pangan dunia,” ujarnya dalam pidato di gedung MPR RI yang berlokasi di Jakarta, Selasa pusat kota Jakarta. , Minggu (20/10).
Saudara-saudara, saya nyatakan Indonesia harus swasembada pangan dalam waktu singkat. Kita tidak boleh bergantung pada pangan dari luar, kata Prabowo.
Meskipun ia berani dan banyak menjanjikan, para pengamat khawatir apa yang dikatakan Prabowo hanyalah rumor belaka. Peneliti Lembaga Reformasi Ekonomi Indonesia (Inti) Eliza Mardian misalnya, menegaskan kenyataan di lapangan tidak akan jauh berbeda, jika proses yang dilakukan Prabowo untuk menegaskan resolusi tersebut sejalan dengan presiden ke-7 Joko Widodo.
Eliza sangat yakin pangan yang dijanjikan Prabowo akan cukup. Asalkan ada kebijakan baru dari Prabowo dan berhenti menggunakan rencana dan cara lama seperti Jokowi.
Menurut dia, jangka waktu yang ditetapkan dalam 5 tahun bisa dipastikan. Eliza menegaskan, prioritas utama Prabowo bukan fokus pada peningkatan jumlah produksi pertanian, tapi juga menjaga kesejahteraan petani.
“Jika pemerintah masih memiliki rencana pembangunan yang sama seperti sekarang, maka pangan Indonesia akan kacau balau. Pemerintah harus melakukan reorientasi arah kebijakan pangan. Ini dimulai dari rencana karena bagaimanapun juga, rencana ini akan menegaskan pilihan kebijakan. ” Dia berkata. kepada fun-eastern.com, Senin (21/10).
Ia mencontohkan pemanfaatan anggaran di sektor pertanian selama ini. Eliza mengatakan, 81 persen uang negara digunakan untuk membuat barang, sedangkan 15 persen lainnya digunakan untuk membiayai pekerja dan hanya 4 persen yang digunakan untuk membelanjakan uang untuk barang-barang kebutuhan pokok.
Eliza mengkritisi cara pemerintahan Jokowi yang kesulitan dalam menyalurkan bantuan swasta selama ini. Faktanya, hal ini sangat rentan terhadap penipuan merek yang berujung pada belanja pemerintah yang tidak efektif dan tidak efektif.
“Bantuan swasta yang diberikan pemerintah, seperti pompa, benih, traktor, dan lain-lain, tidak akan bermanfaat jika tidak didukung oleh penyediaan infrastruktur, seperti irigasi, jalur perdagangan, cold storage, dan kebijakan harga,” kata Eliza.
Peneliti juga meminta pemerintah memberikan keseriusan kepada para petani. Eliza menegaskan, petani merupakan garda terdepan dalam produksi pangan di Indonesia.
Jika pemerintah mengundang kembali perusahaan tersebut, tentu para petani hanya akan menjadi pekerja di negeri sendiri. Ia juga khawatir akan terjadi kekurangan pangan yang berujung pada permainan harga dan kematian pedagang kecil.
“Pemerintah harus menjalankan program yang sejalan dengan kaidah keilmuan dan mempunyai standar teknis berdasarkan penelitian. Jangan terlalu banyak trial and error karena anggaran kita terbatas. Kita harus bijak dalam mengeluarkan uang untuk menjalankan program tersebut,” ujarnya. dikatakan. Eliza. .
“Kelompok pangan akan gagal lagi jika tidak memenuhi standar keilmuan. Hal ini membuktikan berbagai kegagalan produksi pangan pada masa Soeharto di Palembang, Ketapang dan Bulungan pada masa SBY, MIFEE pada masa Jokowi yang terus mengalami kegagalan di Kalimantan Tengah dan Humbang Hasundutan, katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Perindustrian, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menegaskan posisi baru Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Ia menyinggung beratnya tugas Zulhas yang baru saja dipromosikan dari Menteri Perdagangan menjadi Menteri Pangan.
Andry bertanya kepada Zulkifli Hasan kedepannya. Khususnya koordinasi Kementerian Pangan yang membidangi Kementerian Pertanian dan Kementerian Air dan Perikanan.
“Bagaimana posisi menteri yang membidangi pangan (menteri yang membidangi pangan)? Andrew prihatin.
“Mudah-mudahan Menteri Pangan (Zulkifli Hasan) bisa menjadi pengambil keputusan jika ada permasalahan antar kementerian. Misalnya, ketimpangan antara menteri teknologi dalam koordinasi Menteri Pangan dan Administrator. Menteri Perekonomian (Airlangga Hartarto),” ujarnya.
Ia lantas mewanti-wanti mahalnya biaya penyediaan pangan yang dilakukan Prabowo Subianto melalui APBN. Menurutnya, bisnis ini tidak bisa dikatakan hanya bergantung pada food farm yang selama ini jelas-jelas gagal.
Di sisi lain, pemerintahan Prabowo akan menghadapi masalah. Andry mengatakan, muncul persoalan baru, yakni memilih menyediakan pangan terjangkau bagi masyarakat atau memaksa mereka membeli hasil panen lokal yang justru mahal.
“Pemerintah harus membayar harga ini, baik melalui subsidi misalnya, agar masyarakat bisa membeli pangan dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Andry menambahkan, “Jika pompa impor dibuka pasti akan mengganggu pasokan pangan.”
Peneliti Kebijakan Masa Depan, Dwi Raihan, menanggapi janji Prabowo dengan serius. Terlebih lagi, isi Kabinet Merah Putih tidak banyak berubah dari kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Jokowi.
Dwi membenarkan ketahanan pangan Indonesia lemah. Dia mencontohkan peningkatan impor pada 2023-2024, khususnya beras.
Ia menilai tujuan ketahanan pangan terlalu ambisius jika harus dicapai dalam waktu singkat. Dwi menegaskan, banyak tantangan yang harus dihadapi Indonesia untuk mencapai impian tersebut.
“Saya mengetahui bahwa alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya produksi pangan, khususnya padi. Menurut saya lebih mudah dan murah mengurus lahan di wilayah tengah seperti Pulau Jawa dibandingkan membuka lahan di luar Pulau Jawa. ,” katanya. dengarlah.
Dwi pun menyarankan agar Kabinet Merah Putih bekerja sama jika ingin mencapai tujuan tersebut. Berbagai kementerian diklaim harus menerapkan kemandirian, tidak hanya di bidang pertanian atau pangan.
Katanya, harus ada hal baru dari pemerintah. Dwi menyarankan, salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknologi yang tepat, selain mengevaluasi program pangan.
“Mendorong para petani untuk mengalokasikan pupuk kepada mereka yang ingin mencapainya. Pemerintah juga harus menyediakan sistem distribusi pangan yang baik sehingga terjadi penurunan kesenjangan pangan, dan keseimbangan harga pangan di berbagai daerah,” ujarnya.
(lagi)