Jakarta, CNN Indonesia —
Para ilmuwan di fasilitas pemerintah AS baru-baru ini mengklaim telah menemukan cara efektif untuk menyelamatkan Bumi dari “kiamat” akibat dampak asteroid. Baca penjelasannya.
Salah satu ide yang sering terlintas di benak para peneliti untuk menghancurkan asteroid, benda luar angkasa yang berpotensi menabrak Bumi, adalah dengan meledakkan bom nuklir.
Baru-baru ini, para peneliti mendemonstrasikan gagasan tersebut dengan menunjukkan bagaimana ledakan nuklir dapat menyelamatkan dunia dari dampak asteroid.
Fisikawan di Laboratorium Nasional Sandia, yang misi utamanya adalah memastikan keamanan persenjataan nuklir AS, telah mencatat dalam nanodetik betapa gelombang besar radiasi dari ledakan nuklir dapat menghanguskan permukaan asteroid di dekatnya.
Peristiwa ini begitu dahsyat hingga memanaskan permukaan hingga puluhan ribu derajat, menghasilkan bola gas yang mengembang dengan cepat yang mampu membuat asteroid keluar dari jalurnya dan menunda kiamat akibat tumbukan asteroid.
“Bahan yang menguap terciprat ke satu sisi, mendorong asteroid ke arah yang berlawanan,” Dr. Nathan Moore, penulis pertama studi tersebut, seperti dikutip The Guardian, Senin (7/10).
“Ini seperti mengubah asteroid menjadi roketnya sendiri,” lanjutnya.
Dampak destruktif asteroid jarang terjadi dalam sejarah bumi, namun manusia mengetahui 66 juta tahun yang lalu bahwa batuan luar angkasa dapat menyebabkan kerusakan. Asteroid yang mengakhiri kebangkitan dinosaurus berukuran sekitar 6 mil, namun bebatuan yang jauh lebih kecil masih berbahaya.
Contohnya adalah meteorit selebar 60 kaki yang meledak di kota Chelyabinsk, Rusia pada tahun 2013, melukai lebih dari 1.200 orang.
Karena ancamannya begitu nyata, para peneliti mengeksplorasi strategi untuk melindungi bumi dari serangan besar.
Salah satu upayanya adalah dengan menabrakkan pesawat luar angkasa DART NASA ke asteroid Dimporphos. Misi ini menunjukkan bahwa dampak kinetik dapat melindungi Bumi, namun dorongan tersebut harus diterapkan beberapa tahun sebelum dampak tersebut terjadi.
Sedangkan opsi nuklir digunakan untuk asteroid yang lebih besar dan dalam waktu singkat. Opsi ini tidak melibatkan penembakan asteroid, melainkan ledakan tumbukan yang akan menguapkan sebagian permukaan asteroid dan membiarkan sisanya mengikuti hukum gerak ketiga Newton.
Untuk menguji gagasan tersebut, Moore dan rekan-rekannya melakukan eksperimen yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan memaparkan potongan-potongan asteroid buatan ke gelombang sinar-X yang serupa dengan energi yang dilepaskan dalam ledakan nuklir.
Gelombang tersebut pertama-tama melenyapkan penyangga yang menahan material di tempatnya dan kemudian dengan cepat menguapkan permukaan target, menciptakan gas yang mengembang dan membuatnya terbang.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Nature Physics, para peneliti menjelaskan bagaimana asteroid fiktif terseret oleh gravitasi setelah penyangganya dihancurkan, namun jatuh kurang dari 2 sepersejuta milimeter sebelum percobaan 20 mikrodetik berakhir. Potongan-potongan asteroid buatan itu terlempar dengan kecepatan hampir 200 km/jam.
Menurut para ilmuwan, strategi ini dapat digunakan untuk asteroid dengan lebar hingga 2,5 mil, namun ini bukan batas atas.
“Jika ada waktu peringatan yang cukup, kita pasti bisa membelokkan asteroid yang lebih besar,” kata Moore.
Profesor Colin Snodgrass dari tim sains misi DART Universitas Edinburgh mengatakan penting untuk memahami bagaimana mengadaptasi hasil penelitian ini ke asteroid berukuran penuh.
Misi Hera Badan Antariksa Eropa (ESA), yang akan diluncurkan bulan depan, akan membantu mendeteksi dampak DART terhadap Dimorphos.
Sementara itu, Profesor Gareth Collins, ilmuwan planet di Imperial College, menggambarkan eksperimen Moore sebagai sesuatu yang “spektakuler”.
“Saya masih memiliki preferensi yang kuat terhadap opsi non-nuklir, terutama penabrak kinetik tunggal atau ganda, karena kami tahu bahwa teknologi tersebut layak dilakukan,” kata Gareth.
Namun, untuk asteroid yang sangat besar atau dengan waktu peringatan yang singkat, pendekatan ini mungkin menjadi satu-satunya pilihan, tutupnya.
(tim/dmi)