Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengkritik pemerintah yang tidak adil kepada masyarakat terkait penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) ekspor produk hilir.
Dana Bagi Hasil (DBH) dikelola oleh Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulani.
Dalam tesisnya, Bahlil menyampaikan akibat adanya pergerakan hilirisasi, ekspor nikel yang sebelumnya hanya sebesar $3,3 miliar pada tahun 2017 melonjak menjadi $34 miliar. Namun DBH yang diberikan kepada pemerintah daerah kurang dari 20 persen.
Namun yang terjadi dan mengejutkan saya, DBH misalnya di pusat Lamhara, satu daerah usaha menghasilkan Rp 12,5 triliun, tapi pemerintah pusat hanya menyalurkannya, daerah tidak lebih dari Rp 1,1 triliun dan provinsi hanya Rp 900. miliar. ,” kata Bahlil pada sidang doktoral di Universitas Indonesia, Rabu (16/10).
Padahal, masyarakat sekitarlah yang paling merasakan dampak negatif dari kegiatan hilir, seperti kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan.
“Tanggung jawabnya luar biasa, tapi kesehatan, lingkungan, jalan, sampahnya luar biasa dan menurut saya hanya 1/6 dari total pendapatan DBH yang dikembalikan ke departemen. Makanya banyak masyarakat daerah yang berteriak, katanya.
Oleh karena itu, dalam tesisnya, Hilil merekomendasikan agar masyarakat diberikan angka emisi DBH terkait produk hilir ekspor yang ditetapkan minimal 30 persen.
“Kreasi kita ini, saya kira ke depannya kita akan melakukan perubahan, yang kita usulkan 30-45 persen, kita ingin pendapatan negara dibagi ke daerah, dibagi ke DBH dan dihilirkan ke migas,” tutupnya.
(untuk Di/Agustus)