Jakarta, CNN Indonesia –
Lampu minyak yang menerangi jalanan seringkali mati tertiup angin. Malamnya, Eros Rosita ditemani kepala desa masuk ke pedalaman suku Badui.
Jalan yang licin dan berkerikil tidak hanya menghalanginya untuk berjalan cepat, tetapi dragster juga menghalangi langkah Eros sehingga dia dapat mencapai tujuannya dengan lebih cepat.
Saya kira itu terjadi sekitar tahun 1999-2000. Saya baru tiga tahun bekerja sebagai bidan di Badui, tiba-tiba saya mendapat informasi ingin melahirkan, tapi ada kendala,” kata Eros kepada fun-eastern.com. Sebelum waktu.
Eros masih ingat wajah kaget kepala desa itu. Bahkan Eros pun terkejut. Namun keterkejutan itu sengaja disembunyikan dari kepala desa.
Dia mencoba menenangkan kepala desa beberapa kali sepanjang jalan.
“Tidak apa-apa Kang, tidak apa-apa, pasti oke. Padahal hatiku sangat sedih,” ujarnya.
Eros Rosita memang bukan nama asing lagi di bidang kesehatan, khususnya bagi para bidan. Eros mulai melayani suku Badui pada tahun 1997.
Jalan tanah yang tidak beraspal, kerikil yang tajam dan tua, serta perbukitan yang tak berujung menjadi kebutuhan sehari-hari setiap kali Eros ingin menemui pasien.
Sebagian jalan menuju Desa Siranji, Desa Kankes, Kecamatan Luidamar, Provinsi Lebak, Banten belum beraspal. Saat hujan, jalanan menjadi becek, tentunya membutuhkan tenaga lebih untuk berkendara.
Eros sendiri berdomisili di Desa Canex, Desa Siboleger. Jaraknya kurang lebih 28 kilometer dan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam untuk mencapai desa Kenkus.
“Juga kalau harus ke Baduy Dalam, kalau ke sana akan semakin naik levelnya,” ujarnya.
Sejak mulai bekerja 20 tahun lalu, Eros kerap menemui pasiennya secara langsung. Ia menuturkan, masa mudanya kerap membuatnya merasa sesak, apalagi kakinya kerap nyeri saat berjalan jauh.
“Namun, jika saya terus mengeluh, saya kasihan kepada ibu dan anak yang perlu diawasi kesehatan dan kehamilannya. Nah, di Badui banyak ibu hamil.
Baca kisah bidan Eros Rosita selengkapnya di halaman berikutnya.