Jakarta, CNN Indonesia —
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membuka kemungkinan perusahaannya akan menurunkan benchmark atau rating BI di masa depan.
Dia mengatakan, pengambilan suku bunga akan mempertimbangkan tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati kemungkinan penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai rupiah, dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor BI, Jumat (16/10). . ).
Perry mengatakan, dalam jangka pendek, BI mengkhawatirkan stabilitas nilai tukar rupiah akibat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dunia akibat perselisihan geopolitik di Timur Tengah. Di sektor perekonomian, pertumbuhan global pada tahun 2024 diperkirakan hanya sebesar 3,2 persen dengan perkiraan melambat.
Saat ini inflasi global, kata Perry, sedang dalam tren menurun sehingga memerlukan pelonggaran kebijakan moneter, terutama di negara-negara berkembang.
Di Amerika Serikat (AS), rilis tingkat pengangguran terkini menunjukkan kemajuan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga, sehingga memperkuat ekspektasi pelaku pasar terhadap tingkat pengangguran Fed Funds Rate (FFR) yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Dia mengatakan hal ini mendorong imbal hasil Treasury AS tenor 2 dan 10 tahun serta indeks dolar AS (DXY).
“Kedepannya, tren penurunan suku bunga kebijakan diperkirakan akan terus terjadi di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat, dengan fokus pada dinamika tren geopolitik, dampak global seperti mendorong masuknya modal asing dan “menaikkan suku bunga”. , untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Pada bulan Oktober, BI memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen pada rapat dewan pengurus (RDG) yang diadakan pada tanggal 15-16. Oktober 2024.
Suku bunga deposito tetap 5,25 persen, kemudian pinjaman tetap 6,75 persen.
Dewan Bank Indonesia memutuskan pada tanggal 15 dan 16 Oktober 2024 untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, kata Perry.
Menurut Perry, keputusan tersebut sejalan dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap berada di bawah asumsi 2,5 persen atau 1 persen pada tahun 2024 dan 2025 serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
(tanggal 1/8 Agustus)