Jakarta, CNN Indonesia —
Pada Rabu (23/10) harga minyak mentah dunia turun karena persediaan minyak Amerika (AS) melebihi ekspektasi.
Selain itu, pasar juga memperhatikan situasi perang di Timur Tengah.
Minyak mentah berjangka Brent turun 31 sen, atau 0,4%, menjadi $75,73 per barel, menurut Reuters. Demikian pula, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI US) AS turun 32 sen, atau 0,05%, menjadi $71,42 per barel.
“Mempertahankan posisi di kedua sisi pasar terbukti menantang karena harga minyak berfluktuasi dalam jangka waktu singkat,” kata Jim Retterbusch, analis di Retterbusch & Associates.
American Petroleum Institute mengindikasikan persediaan minyak mentah AS meningkat 1,64 juta barel pada pekan lalu. Faktanya, jajak pendapat analis Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah hanya meningkat 300.000 barel.
Pada saat yang sama, pasokan gas dan minyak menurun sebesar 3,5 juta barel. Data resmi persediaan minyak pemerintah AS akan dirilis pada pukul 10.30 waktu setempat pada hari Rabu.
Namun, harga minyak mendapat dukungan karena perekonomian Tiongkok membaik dan permintaan menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Situasi ini memberikan harapan pada harga minyak, karena Beijing tercatat sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia.
Goldman Sachs memperkirakan pada Selasa (22/10) harga minyak akan rata-rata $76 per barel pada tahun 2025.
Perkiraan tersebut didasarkan pada surplus minyak mentah yang terbatas dan kelebihan kapasitas di antara produsen di OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia.
Meningkatnya konflik di Timur Tengah telah menjadi kekhawatiran para pelaku pasar. Terutama setelah Israel mengkonfirmasi pada hari Selasa bahwa mereka telah membunuh Hashim Safuddin, penerus mendiang pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, yang terbunuh bulan lalu.
(LDY/PTA)