CNN Makassar, Indonesia ——
Supriyani, guru honorer SD Negeri 4 Baito yang kedapatan menghukum anak polisi di Kabupaten Konawi Selatan, Sulawesi Tenggara, diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) oleh Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). ).
Hal tersebut disampaikan Abdul Halim Momo, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Republik Sulawesi Tenggara.
“Iya benar, Bu Supriyani diangkat menjadi PPPK,” kata Abdul Halim kepada fun-eastern.com, Jumat (25/10). katanya.
Halim mengatakan, Supriyani diangkat menjadi PPPK melalui persetujuan. Abdul Halim mengatakan, hal ini membuat Supriyani bisa fokus terutama menyelesaikan kasus tanpa harus terlalu memikirkan persoalan pelatihan profesi guru (PPG).
“Dia diangkat melalui jalur positif dan saat ini Ibu Supriyani sedang menjalani pelatihan profesi (PPG) guru. Namun, Supriyani tidak terlalu memikirkan hasil PPG ke depan setelah dilantik menjadi PPPK,” kata Abdul Halim.
Supriyani telah bekerja sebagai guru honorer selama 16 tahun. Semula ia berencana mengikuti pemilihan PPPK sebagai guru kelas 1 SD Negeri 4 Baito tahun ini, namun dituduh melakukan pelecehan anak dan hampir gagal.
Kasus yang melibatkan guru honorer Supriani sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Andulo.
Sidang dipimpin oleh Ketua Hakim Stevie Rosano serta anggota Sigit Jati Kusumo dan Vivy Fatmawati Ali.
Terdakwa Supriyani disangkakan dalam kasus kekerasan terhadap anak dalam lembar dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ujang Sutisna.
“Berdasarkan Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 RI dan Pasal 76C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17, perbuatan terdakwa dikenai sanksi pidana, dan kepala Kejaksaan Negeri Conaway Selatan pada Kamis (24/10) mengatakan, “Tentang Pembentukan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ” untuk mengekspresikan.
Ujang menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada Rabu (24/1/2010) sekitar pukul 10.00 Wita, bermula dari ruang kelas tempat proses pengajaran masih berlangsung. Saat itu, korban D dan kedua temannya sedang duduk di kelas IA.
Wali kelas IA SDN 4 Baito, Lilis Herlina Dewi, keluar kelas menuju ruang kepala sekolah. Terdakwa masuk ke dalam kelas dan menghampiri D yang terlihat sedang bercerita bersama teman-temannya dan tidak fokus pada kegiatan menulis. Korban kemudian dipukul satu kali di bagian paha dengan gagang sapu ijuk,” ujarnya.
Usai membacakan dakwaan, jaksa meminta tim persidangan mendengarkan kasus tersebut secepatnya. Wujiang mengaku mempersiapkan dakwaan terhadap terdakwa setelah eksepsi atau pembelaan terdakwa dibacakan di pengadilan.
Majelis hakim pun menunda sidang dan akan melanjutkan sidang pada Senin (28/10) pukul 10.00 Wita dengan sidang pembacaan eksepsi terdakwa.
Usai sidang pendahuluan, guru SD Negeri 04 Baito yang berpengalaman lebih dari 16 tahun itu membantah dakwaan yang dibacakan jaksa dalam persidangan.
“Semua itu tidak benar, saya tidak melakukan perbuatan itu,” kata Supriani di Pengadilan Negeri Andulo, Kamis.
Menurut Supriyani, sekitar pukul 10.00 Wita, Rabu (24/4), dirinya berada di kelas IB dan ada guru bernama Lilis Herlina Dewi di kelas IA.
“Bu Lilis Herlina Dewi itu kelas IB saya, kelas IA saya. (Dakwaan) tidak sesuai fakta,” ujarnya.
Sementara kuasa hukum para terdakwa, Samsudin, memeriksa isi dakwaan JPU yang dibacakan majelis hakim PN Andulo. Dia menyebut ada kejanggalan dalam dakwaan jaksa.
Samsuddin mengatakan, “Klien kami tidak melakukan tindakan tersebut dan banyak kejanggalan dalam dakwaan. Oleh karena itu, kami mengajukan eksepsi atau keberatan pada Senin, 28/10.” katanya.
(mil/anak)