Jakarta, CNN Indonesia —
Bank Indonesia (BI) menegaskan, biaya penggunaan QIS sebagai alat transaksi pembayaran ditanggung pedagang, bukan pembeli.
Deputi Gubernur BI Velyaningsih Hindartha mengatakan, pedagang dilarang mengenakan biaya tambahan kepada konsumen yang membayar menggunakan QRIS. Bahkan, pedagang yang melanggar bisa dikenakan denda.
“Apakah pedagang bisa menambah (biaya tambahan)? Tidak, lapor saja,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor BI, Rabu (16/10).
Hal ini sejalan dengan peraturan bank sentral dimana penyedia barang dan jasa dilarang mengenakan biaya merchant discount rate (MDR) kepada konsumen atas layanan QRIS, kata Velyaningsih.
Jika merchant mengenakan biaya tambahan, dapat dilaporkan ke penyedia layanan pembayaran (PSP) penyedia layanan QRIS.
Ditambahkannya, “Ada sanksi yang mengharuskan PJP berhenti bekerja sama dengan pedagang. Bahkan, pedagang tersebut bisa saja masuk daftar hitam nantinya.”
Dalam kesempatan tersebut, Deputi Gubernur BI Donnie P Gono mengatakan pedagang tidak boleh menolak konsumen yang membayar tunai.
“Kami terus mendorong digitalisasi, namun pedagang harus menerima mata uang rupee dalam bentuk fisik,” tambahnya.
Berdasarkan data BI, transaksi QRIS tumbuh pesat sebesar 209,61 persen (year-on-year) pada Q3 2024, dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant mencapai 34,23 juta.
Sementara berkat pengelolaan uang rupiah, volume uang beredar (UYD) meningkat 9,96 persen (year-on-year) menjadi Rp1.057,4 triliun.
(fby/sfr)