Jakarta, CNN Indonesia —
Pada Senin (14/10), tentara Israel mengintensifkan serangan di sekitar kamp Jabalia di Gaza utara. Dokter Palestina mengatakan 10 orang yang sedang mengantri makanan di pusat distribusi bantuan tewas dalam serangan itu.
Sementara itu, 40 warga, termasuk perempuan dan anak-anak, terluka dalam serangan tersebut.
Seorang pejabat kesehatan mengatakan tentara Zionis juga memerintahkan orang-orang untuk mengevakuasi kamp tersebut ketika Israel melanjutkan serangan daratnya di daerah tersebut.
Serangan darat Israel di Gaza utara dimulai 10 hari lalu. Agresi ini juga didukung oleh pesawat tempur. Tentara Israel tanpa ampun terus mengebom wilayah yang hancur akibat agresi tahun lalu.
Lebih dari 400.000 warga sipil masih terjebak di Gaza utara. Mereka tidak bisa bergerak ke selatan. Warga khawatir mereka tidak akan bisa kembali jika mereka tunduk pada Israel dan melarikan diri ke selatan.
“Kami diserang dari udara dan darat terus menerus selama seminggu. Mereka ingin kami pergi, mereka ingin menghukum kami karena menolak keluar rumah,” kata Marwa (26), dikutip Reuters.
Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan tentara Israel tampaknya ingin sepenuhnya memutus jalur utara Gaza dari seluruh Jalur Gaza.
“Pelepasan diri dari Gaza utara menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut bahwa Israel tidak berniat mengizinkan warga sipil kembali ke rumah mereka,” kata PBB dalam sebuah pernyataan.
“Dan seruan berulang kali agar seluruh warga Palestina meninggalkan Gaza utara meningkatkan kekhawatiran serius mengenai perpindahan paksa warga sipil dalam skala besar,” tambah pernyataan itu.
PBB telah menggambarkan kondisi mengerikan yang dialami penduduk Jabalia yang berjumlah sekitar 50.000 orang. Sementara itu, sumur, toko roti, pusat kesehatan, dan kamp pengungsi ditutup.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam Israel atas banyaknya warga sipil yang tewas dalam kampanye Israel yang semakin intens di Gaza utara.
“Dia (Guterres) dengan tegas menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk menghormati hukum kemanusiaan internasional dan menekankan bahwa warga sipil harus dihormati dan dilindungi setiap saat,” kata juru bicara Guterres Stephane Dujarric kepada wartawan. (pta/pta)