Jakarta, CNN Indonesia —
Raksasa tekstil PT Sri Rijiki Asman Tbk alias Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang karena gagal memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
Bahkan, perusahaan tersebut sukses hingga menjadi produsen pakaian militer untuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan tentara Jerman.
Sebelum keputusan ini, Sritex sempat kolaps karena utang yang tinggi. Hingga Juni 2024, total utang Ceritax mencapai $1,6 miliar atau Rp25,1 triliun (dengan kurs Rp15.735 per dolar AS).
Jumlah tersebut didominasi oleh utang berbunga, seperti pinjaman bank dan obligasi.
Seritex bukanlah sebuah perusahaan kemarin sore. Mereka telah ada selama 50 tahun.
Berdirinya perusahaan tekstil ini tidak lepas dari kepribadian pendirinya Haji Mohib Lukminto (H.M. Lukminto).
Lokmanto adalah seorang Tionghoa Peranakan yang lahir pada tanggal 1 Juni 1946. Memulai karir bisnisnya pada usia 20 tahun dengan berjualan kain di Pasar Kiliver, Sulu, Jawa Tengah.
Menurut berbagai sumber, Sulu sebagai sentra tekstil di Pulau Jawa sejak zaman kolonial mengembangkan perdagangan lokmento. Akhirnya pada tahun 1968, ia memberanikan diri membangun pabrik tekstil di Sukoharjo bernama UD Sri Ridjiki.
Tiba-tiba, bisnis berkembang pesat. Dua tahun kemudian, Locminto membuka pabrik percetakan pertama yang memproduksi pakaian putih dan berwarna untuk pasar solo. Setelah berdirinya pabrik ini menjadi PT Sri Rijiki Asman atau Sritex.
Pada tahun 1978, Seritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan. Kemudian pada tahun 1982, Ceritax membangun pabrik tekstil pertamanya.
Sekitar 10 tahun kemudian, Seritex memperluas pabriknya dengan empat lini produksi, yaitu pemintalan, penenunan, penyelesaian akhir, dan pakaian dalam satu tempat.
Pada tahun 1994, Saritax mulai mengerjakan seragam yang dipesan oleh pasukan negara-negara NATO. Ceritax berhasil memperoleh sertifikat dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara sehingga perintah tersebut dapat dimulai. Seritex telah memproduksi seragam militer untuk lebih dari 33 negara sejauh ini.
Melalui krisis keuangan tahun 1998, Seritex mampu bertahan dan tumbuh delapan kali lipat dibandingkan pada tahun 1992 untuk pertama kalinya.
Sritex terus berkembang selama bertahun-tahun hingga resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham SRIL. Perusahaan mengumumkan labanya pada tahun 2012 sebesar Rp 229 miliar. Pencapaian ini meningkat sebesar 68 miliar kroon dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun SRIL telah dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021. Hal ini mengakibatkan tertundanya pembayaran pokok dan bunga Medium Note (MTN) Seritex III Tahap III Tahun 2018 (USD-SRIL01X3MF).
Semula penundaan diberikan hingga 18 Mei 2023 atau 24 bulan. Namun Ceritax tidak pernah memenuhi kewajibannya. Oleh karena itu, BEI berulang kali mengirimkan surat peringatan potensi penggusuran ke alamat sektor tekstil.
Apabila saham perseroan disuspensi sementara (suspend) selama 24 bulan dan terdapat keadaan-keadaan yang mempunyai pengaruh merugikan yang signifikan terhadap kelangsungan usaha perseroan tercatat, baik secara finansial maupun hukum, maka keberlangsungan perseroan mempunyai dampak negatif yang signifikan dampaknya terhadap bisnis. Perusahaan tercatat, jika berlaku, menetapkan kondisi keluar.
Tak hanya itu, Ceritax juga telah dinyatakan bangkrut. Namun perusahaan ini membantah kabar tersebut.
Willy Salam, Chief Financial Officer Seritex, mengatakan penjualan mereka memang menurun namun tidak sampai bangkrut.
Ia menjelaskan, situasi geopolitik Rusia, Ukraina, dan konflik Israel-Palestina menyebabkan penurunan ekspor karena terganggunya rantai pasokan dan perubahan prioritas masyarakat di Eropa dan Amerika.
Selain itu, industri TPT melambat akibat membanjirnya produk TPT di Tiongkok. Menurut dia, hal ini berujung pada price dumping, yaitu mendistribusikan produk yang lebih murah ke negara-negara yang memiliki aturan ekspor, salah satunya Indonesia.
Namun perusahaan tetap mempertahankan dan menjalankan bisnisnya dengan menggunakan dana internal dan dukungan sponsor, jelasnya.
Namun kemudian perusahaan ini dinyatakan bangkrut. Pengadilan Negeri (PN) mengeluarkan putusan tertulis dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada Senin (21/10) lalu.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, pemohon pailit Ceretics menyatakan tergugat tidak memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Untuk tetap bungkam, Ceritax telah mengajukan banding terhadap perintah pailit tersebut. GM HRD Syracuse Group Hario Ngadiano mengatakan meski telah mengambil keputusan pailit, operasional perusahaan masih tetap berjalan.
“Hari ini kami telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung,” katanya seperti dikutip Daily Times, Jumat (25/10).
(del/agt)