Jakarta, CNN Indonesia —
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku membuka peluang untuk memeriksa sidang panel sidang banding Ronald Tannur di Mahkamah Agung (MA).
Direktur Penyidikan Abdul Kahar, Wakil Ketua Jaksa Pidana Khusus Kejaksaan Agung, mengatakan banding tersebut merupakan rencana jahat untuk menyuap Ronald Tannur agar dibebaskan.
“Tidak mungkin (memeriksa hakim MA). Kami pasti menghimbau semua pihak yang terlibat untuk mencari titik terangnya,” ujarnya dalam jumpa pers, Jumat (25/10). katanya.
Abdul menjelaskan, persekongkolan terjadi antara pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) dan Zarof Rikar (ZR), mantan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Diklat MA Kumdil.
Dalam perjanjian tersebut, Lisa menyampaikan kepada Zarof akan menyiapkan dana penanganan perkara sebesar Rp5 miliar untuk dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan biaya layanan manajemen kasus untuk Zarof sebesar Rp 1 miliar.
Setelah kesepakatan tercapai, Lisa memberikan Zaroff mata uang asing setara Rp 5 miliar pada Oktober 2024.
Berdasarkan catatan keuangan yang ditemukan penyidik, Abdul mengatakan uang tersebut dikirimkan kepada Lisa yang hadir di Majelis Hakim mendengarkan permohonan banding Ronald Tannur.
“Dalam catatannya, LR diperuntukkan atau disediakan untuk S, ZR untuk A dan untuk hakim MA atas nama S yang mengadili permohonan kasasi Ronal Tannur,” ujarnya.
Dalam kasus tersebut, Zaroff Ricard dan pengacara Lisa Rahmat ditetapkan sebagai tersangka konspirasi melakukan suap dan gratifikasi jahat selama penjatuhan hukuman terhadap Ronald Tannour.
Atas perbuatannya, Zarof dijerat dengan huruf “B” juncto Pasal 5 Ayat 1 KUHP, Pasal 15, Pasal 18 dan Pasal 12 Pasal 18 KUHP. Sementara itu, Lisa dijerat Pasal 15, Pasal 5, Ayat 1 UU Tipikor.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan tiga hakim PN Surabaya (Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul) sebagai tersangka suap dalam pembebasan Gregorius Ronald Tannur.
Selain tiga hakim, pengacara Ronald Tannur Lisa Rahmat juga menjadi tersangka suap. Dalam kasus ini, penyidik juga menyita uang tunai senilai Rp20 miliar berbagai pecahan, serta sejumlah barang elektronik.
Penyidik menemukan barang bukti tersebut setelah menggeledah enam tempat tinggal masing-masing tersangka di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. (tfq/wiw)