Jakarta, CNN Indonesia —
Pada Selasa (15/10) dini hari di perdagangan Asia, harga minyak turun 3 persen. Harga turun setelah media melaporkan bahwa Israel bersiap untuk tidak menyerang fasilitas minyak Iran, sehingga mengurangi kekhawatiran akan gangguan pasokan.
Penurunan harga juga terjadi setelah OPEC memangkas pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun 2024 dan 2025.
Menurut Reuters, harga minyak berjangka Brent turun sebesar 2,27 USD dan mencapai 75,19 USD per barel. Sementara itu, AS Minyak mentah West Texas Intermediate turun $2,22 menjadi $71,60 per barel pada 01:27.
Harga turun $4 minggu ini, hampir menghapus kenaikan kumulatif dari tujuh sesi hingga Jumat lalu. Dorongan ini terjadi karena investor khawatir terhadap risiko pasokan di tengah rencana Israel untuk membalas serangan rudal dari Iran.
Awal pekan ini, Washington Post melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Amerika Serikat bahwa Israel siap menyerang fasilitas militer Iran, bukan fasilitas nuklir atau minyaknya.
Sementara itu, OPEC juga kemarin mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun 2024 dan juga mengurangi perkiraannya untuk tahun depan.
“Ini adalah penurunan bulanan ketiga berturut-turut, menunjukkan bahwa prospek yang sebelumnya optimis telah semakin melemah,” kata analis di ANZ Research dalam sebuah catatan pada hari Selasa.
“(Irak) belum membuat kemajuan apa pun mengenai pengurangan lebih lanjut yang dijanjikan sebagai kompensasi kelebihan produksi,” lanjutnya.
Harga juga dipengaruhi oleh rendahnya pasokan minyak mentah di Tiongkok, importir minyak terbesar dunia, dalam sembilan bulan pertama tahun ini. Data menunjukkan impor mengalami penurunan hampir 3 persen dibandingkan tahun lalu.
Faktanya, Tiongkok menyumbang sebagian besar pemotongan produksi OPEC pada tahun 2024, karena Tiongkok memangkas perkiraan pertumbuhan negara tersebut dari 650.000 barel per hari menjadi 580.000 barel per hari.
Tekanan deflasi Tiongkok memburuk pada bulan September. Hal ini membuat investor bertanya-tanya mengenai besaran paket stimulus secara keseluruhan untuk menghidupkan kembali perekonomian terbesar kedua di dunia.
(sfr/sfr)