Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prakiraan puncak musim hujan 2024/2025 di Indonesia. Simak prediksi selengkapnya.
BMKG menjelaskan, awal mula hujan di Indonesia berbeda-beda, mulai dari wilayah barat Sumatera memasuki musim hujan sebelum Agustus 2024, kemudian berangsur-angsur meluas ke wilayah timur hingga Desember 2024.
“Secara umum sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim hujan pada bulan Oktober hingga November 2024,” demikian bunyi BMKG dalam Prakiraan Musim Hujan 2024/2025.
Menurut BMKG, jika dibandingkan rata-rata, musim hujan 2024/2025 akan lebih awal dari biasanya. Selain itu, akumulasi curah hujan (pola musiman) pada musim hujan ini diperkirakan berada pada kisaran normal, sehingga tidak terjadi kondisi yang sangat basah maupun kering.
Lantas kapan musim hujan terbanyak di Indonesia menurut BMKG?
Puncak musim hujan akan terjadi pada November hingga Desember 2024 di Indonesia Bagian Barat dan Januari hingga Februari 2025 di Indonesia Timur, kata BMKG.
BMKG menjelaskan, dari 384 zona musiman (ZOM) atau sekitar 43 persen wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak musim hujan pada November hingga Desember, wilayah tersebut adalah Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan Kalimantan.
Namun sebesar 250 ZOM atau 36 persen wilayah Tanah Air, yaitu Lampung, Jawa Utara, sebagian kecil Sulawesi, Bali, NTB, NTT, dan sebagian besar Papua, diprediksi akan mencapai puncak hujan pada Januari-Februari. akan tersedia pada tahun 2025.
Ancaman La Nina
La Nina bisa disaksikan di Indonesia pada bulan November ini. Akibatnya, beberapa wilayah bisa terkena air.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan tanda-tanda peristiwa La Nina di Indonesia. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya kini telah menyaksikan datangnya La Nina di Tanah Air.
“Akhir Oktober nanti baru bisa kita pastikan apakah itu La Nina. Namun, mulai sekarang ada baiknya bersiap karena pada pertengahan Oktober terlihat perbedaan suhu permukaan laut di timur tengah. Samudera Pasifik lebih dingin dari biasanya,” katanya. Dwikorita dalam video yang diunggah ke akun BMKG, diumumkan pada Jumat (1/11).
Hasil analisis dinamika atmosfer Pangkalan Kedua bulan Oktober menunjukkan hasil analisis indeks Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan indeks IOD bernilai negatif IOD – The ambang batas terlewati (indeks -1.11), namun hanya sekali, sehingga keadaan berada pada IOD Netral.
Anomali suhu permukaan laut (SST) pada Nino 3,4 juga menunjukkan kondisi menjelang ambang batas La Nina dengan koefisien -0,64.
“Batas La Nina adalah selisih suhu -0,5 lebih besar dari batas sebelumnya. Kali ini -0,64 artinya lebih dingin dari biasanya. Namun karena belum lewat 30 hari, kami tetap Harus konfirmasi, tunggu sampai akhir Oktober “Sudah cooldown dan kembali normal. Jadi ada kehati-hatian,” ujarnya.
BMKG melaporkan, ketika La Nina terjadi, sebagian wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan curah hujan sebesar 20 hingga 40 persen pada bulan Juni-Juli-Agustus dan September-Oktober-November.
Saat ini wilayah Indonesia bagian barat mengalami curah hujan yang tinggi pada periode Desember-Januari-Februari dan Maret-April-Mei akibat pengaruh angin muson.
Pada masa La Nina, ada bencana tertentu yang terjadi. Secara umum bencana-bencana tersebut erat kaitannya dengan hidrometeorologi.
Dengan meningkatnya curah hujan selama La Nina, bencana dapat berupa banjir, tanah longsor, tanah longsor, angin kencang, angin puting beliung, dan angin topan.
(grup/dmi)