Jakarta, CNN Indonesia —
Diplomasi Indonesia yang mengedepankan prinsip “politik bebas dan aktif” semakin diuji dengan konflik di beberapa kawasan seperti Eropa Timur, Timur Tengah, dan Laut Cina Selatan.
Kawasan Asia-Pasifik saat ini menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Beberapa di antaranya seperti konflik di Semenanjung Korea antara Korea Selatan dan Korea Utara serta konflik di Laut Cina Selatan.
Berdasarkan jurnal “Kontribusi Indonesia terhadap Solusi Masalah Regional Indo-Pasifik melalui Kebijakan Dukungan Maritim Global”, Indonesia berupaya berpartisipasi aktif dalam mencari solusi konflik tersebut. Pasalnya, Indonesia terletak dekat dengan negara-negara Asia-Pasifik yang sedang berkonflik.
Oleh karena itu, Indonesia dinilai memiliki peran strategis dalam mendorong stabilitas keamanan di kawasan Asia-Pasifik.
Menjaga stabilitas di kawasan Asia-Pasifik
Untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Pasifik, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkuat diplomasinya dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut Poros Maritim Global (GMF).
Kebijakan GMF ini diumumkan secara resmi oleh Jokowi sesaat setelah ia dilantik menjadi Presiden Indonesia. Pengumuman tersebut disampaikan pada KTT Asia Timur ke-9 di Nay Pyi Taw, Myanmar pada tahun 2014.
Kebijakan GMF ini berperan penting dalam mengatasi tantangan keamanan di kawasan Pasifik. Pasalnya melalui kebijakan tersebut, Indonesia dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan negara tetangga serta mendorong stabilitas dan perdamaian di kawasan Pasifik.
Melalui kebijakan ini, Indonesia dapat memperkuat pengaruhnya sebagai salah satu negara poros maritim global.
Selain mendorong stabilitas perdamaian di kawasan Pasifik, Indonesia juga terlibat aktif dalam menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan. Peran tersebut terlihat ketika Indonesia bekerja sama dengan anggota ASEAN untuk membuat kode etik pada tahun 2017.
Tujuan dari kode etik ini adalah untuk memberikan solusi alternatif bagi Tiongkok untuk segera mengakhiri konflik di Laut Cina Selatan. Pasalnya, ancaman konflik ini tidak hanya berdampak pada Tiongkok, tapi juga Indonesia dan negara-negara Asia Pasifik lainnya.
Berpartisipasi aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia
Selain menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Asia-Pasifik, Indonesia juga berkomitmen menjaga dan melaksanakan perdamaian dunia.
Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945: “Ikut serta dalam terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Indonesia berupaya mendorong perdamaian antar negara yang berkonflik. Bahkan, pada era Presiden Jokowi, diplomasi perdamaian juga menjangkau Indonesia, Rusia, dan Gaza.
Pada tahun 2022, Presiden Jokowi melakukan perjalanan ke Ukraina selama kurang lebih 11 jam. Tujuan perjalanan tersebut adalah untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Tujuannya sederhana: membuka jalan bagi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina. Oleh karena itu, Indonesia dan Rusia merupakan negara yang memiliki hubungan erat di berbagai bidang.
Oleh karena itu kami berharap melalui pertemuan ini Rusia akan membuka pintu dialog untuk segera menghentikan agresinya terhadap Ukraina.
Memang misi perdamaian yang diusung Jokowi belum membuahkan hasil. Perang masih berkecamuk, bahkan sampai sekarang. Namun apa yang dilakukan Jokowi saat itu setidaknya merupakan langkah awal untuk meredakan ketegangan antara negara-negara G20 yang terpecah belah akibat perang Rusia-Ukraina.
Indonesia juga aktif mengadvokasi perdamaian di Gaza. Menteri Luar Negeri Indonesia era Jokowi, Retno Marsudi, telah berulang kali berpidato di Majelis Umum PBB dan meminta Israel segera mengakhiri agresinya terhadap Palestina.
Retno juga mengakui kekuatan upaya diplomasi Indonesia dalam menjaga perdamaian di kawasan Asia-Pasifik dan dunia. Dikatakannya, upaya tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia bukan sekadar negara penonton, namun juga negara yang berperan besar dalam mendorong perdamaian dan ketertiban dunia.
“Dari berbagai sudut pandang tersebut, terlihat jelas bahwa Indonesia adalah salah satu pemain utama di kawasan dan dunia, bukan penonton,” kata Retno dalam siaran pers Menlu 2024 pada Agustus lalu. (gas/bac)