Jakarta, CNN Indonesia —
Kapolres Gunung Mas (Gumas), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) AKBP Theodorus Priyo Santosa meminta masyarakat mewaspadai internet surat izin mengemudi (SIM) untuk melakukan pelayanan.
“Kami baru menangkap NW (39) dan MPR (30), sepasang suami istri siri yang diduga melakukan penipuan SIM,” ujarnya di Kuala Kurun, Rabu.
Dijelaskannya, pasangan tersebut ditangkap di Jawa Tengah pada 27 Oktober 2024. Awalnya, Satlantas membuat siaran soal Operasi Telabang 2024 di Kuala Kurun, Selasa (22/10). Saat itu kendaraan sedang melaju menuju Selwi Laut.
Theodorus yang didampingi Kanit Reskrim AKP Nur Rahim dan Kepala Divisi Pengelolaan Penerangan dan Pengendalian Kejadian (PID) Bripka Evan Prawidianto melanjutkan, petugas Satlantas menanyakan kepada Selwi tentang SIM-nya yang kemudian menunjukkan BII-nya. Pengemudi Umum. Lisensi.
Hanya saja saat itu petugas pengecekan SIM banyak menemukan kejanggalan, ujarnya dikutip Antara, Rabu (6/11).
Kejanggalan yang dimaksud antara lain warna SIM sedikit melenceng dan tidak sesuai dengan SIM asli, kode Satuan Lalu Lintas (Satpas) Polres Gumas tidak sesuai, serta barcode berukuran besar dan berbeda dengan barcode yang dicetak. pada SIM asli.
Menurut pengakuan Selwi, pembuatan SIM tersebut ia lakukan melalui layanan pembuatan SIM online yang disediakan salah satu akun telekomunikasi. Selanjutnya, Bareskrim Polsek Gumas melakukan penyelidikan atas dugaan penipuan SIM.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, pelaku diduga berada di Kudus, Jawa Tengah. Pada Minggu (27/10), Tim Satreskrim Polsek Gumas meninggalkan tempat yang tepat,” ujarnya.
Dandani pelakunya
Unit Reskrim Polsek Gumas selanjutnya menemukan rumah pelaku. Saat komplotan gabungan melakukan penyerangan, pelaku sedang berada di rumah dengan disertai sejumlah barang bukti.
Barang buktinya antara lain mesin cetak, mesin cuci, laptop, keyboard, plastik laminasi hitam besar dan kecil, puluhan cetakan SIM palsu dan masih banyak lagi.
Berdasarkan pengakuan pasangan tersebut, mereka menawarkan jasa pembuatan SIM online kepada pengguna internet. SIM yang dibuat merupakan SIM “menembak” yang tidak melalui sistem namun terdaftar di database Polri.
Bagi netizen yang ingin menggunakan jasanya, cukup mengirimkan foto setengah panjang, foto KTP, dan foto tanda tangan ke nomor WhatsApp yang telah mereka cantumkan di media sosial.
Harga berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,1 juta tergantung jenis SIM, namun biaya tersebut masih bisa dinegosiasikan.
Cara tersebut sudah mereka lakukan sejak Maret 2024 dan korbannya berasal dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia.
Pasangan tersebut beserta barang buktinya dilindungi dan dibawa ke Polsek Gumas, untuk diperiksa atau diadili sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua tersangka dijerat Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman enam tahun penjara, kata Theodorus.
(Antara/mikrofon)