Jakarta, CNN Indonesia —
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi sebagian terhadap sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang diajukan Partai Buruh dan enam pemohon lainnya.
Pada Kamis (31/10), Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 mengatakan, “Putusan: Permohonan Pemohon dikabulkan sebagian.
Suhartoyo mengatakan, masih ada beberapa perkara lain yang menunggu keputusan di Mahkamah Konstitusi dengan persoalan konstitusional yang sama, yakni Nomor: 40 dan 61/PUU-XXI/2023.
Ia melanjutkan, pengadilan mempertimbangkan lebih banyak alasan untuk perkara nomor 168. Sedangkan dalam perkara lain, terdapat bukti-bukti yang pada pokoknya sama dengan mosi dalam perkara yang sedang ditangani.
Oleh karena itu, perkara nomor: 168/PUU-XXI/2023 akan didalami dan diputus terlebih dahulu, baru kemudian dijadikan acuan perkara nomor 40 dan 61, kata Suhartoyo.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menjawab dalil-dalil para pemohon mengenai persoalan konstitusional dan menjawab tujuh persoalan pokok, terutama terkait penggunaan tenaga kerja asing yang tidak berdasarkan izin atau kontrak kerja yang ada. PKWT), outsourcing atau alih daya, cuti, pengupahan, ketentuan gaji dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Putusan yang dibacakan hari ini oleh sembilan hakim konstitusi adalah sebagai berikut:
1. Menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penciptaan Lapangan Kerja, maka istilah “pemerintahan pusat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Ayat 4 Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Negara Peraturan Hukum: hukum (Lembaran Negara). Selain Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2023, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 6856 Tahun 1945 dan “Menteri yang membidangi pekerjaan (pekerjaan) Menteri Tenaga Kerja”.
2. Pasal 42 Ayat 4 Pasal 42 UU Nomor 6 Tahun 2023 Nomor 81 menyatakan bahwa “Tenaga kerja asing hanya dapat dipekerjakan di Indonesia untuk jabatan dan waktu tertentu serta mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan jabatan kepegawaiannya”. menjadi”. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat kecuali dimaknai “Tenaga kerja asing hanya dapat dipekerjakan di Indonesia untuk jabatan dan waktu tertentu serta harus mempunyai kualifikasi hukum sesuai dengan jabatannya”. “Dari tenaga kerja Indonesia yang diduduki dengan memperhatikan prioritas penggunaan”.
3. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 81 Nomor 6 Tahun 2023 Pasal 56 Ayat 3, frasa “Lamanya atau selesainya pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 ditentukan berdasarkan kontrak kerja” adalah bertentangan kepada UUD 1945 dan tidak mempunyai kewenangan. Sebuah undang-undang wajib, kecuali ditafsirkan, adalah bahwa “waktu penyelesaian pekerjaan tertentu tidak boleh melebihi maksimal lima tahun, termasuk perpanjangannya.”
4. Pernyataan Pasal 13, Pasal 57, Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, Nomor 81, Pasal 57, bahwa “kontrak kerja untuk jangka waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan huruf Indonesia dan Latin. digunakan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. kecuali diartikan sebagai “kontrak”, maka waktu kerja yang ditentukan harus dilakukan secara tertulis dengan menggunakan aksara Indonesia dan Latin.
5. Ayat 18 Pasal 81 menyatakan Ayat 2 Pasal 64 bahwa “Pemerintah menetapkan suatu bagian dari pelaksanaan pekerjaan menurut cara sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1” bertentangan dengan UUD 1945 dan kecuali ditafsirkan sah. . Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan jenis dan isi penyerahan pekerjaan yang disepakati dalam perjanjian penyerahan pekerjaan secara tertulis sesuai dengan ayat 1.
6. Menyatakan Pasal 79 Ayat 2 Ayat 81 Ayat 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang “Satu hari istirahat mingguan selama enam hari kerja seminggu” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku sampai menjadi undang-undang. .lakukan itu keandalan. Hal ini tidak diartikan sebagai “atau dua hari selama lima hari kerja per minggu”.
7. Perlu dinyatakan bahwa kata “kemampuan” pada Pasal 79 ayat 5 dan Pasal 81 ayat 25 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai dasar hukum.
8. Perlu dinyatakan bahwa frasa “setiap pekerja berhak atas upah minimum yang layak bagi kemanusiaan” Pasal 81, Pasal 88, Ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan sepanjang itu punya hak. Keabsahan hukum yang diperlukan tidak sah. Tidak diartikan sebagai “pendapatan subsisten” yaitu sejumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh pekerja/buruh dan anggota keluarganya dari hasil pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini mencakup makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.