Jakarta, Indonesia —
Pasca pengajuan pailit, masa depan ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) sangat memprihatinkan, terutama terkait kemungkinan PHK dan likuidasi divisi tersebut.
Ristadi, Ketua Federasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), memaparkan beberapa kemungkinan skenario berdasarkan pengalamannya dalam melakukan dekomisioning perusahaan.
Menurut Ristad, ada dua skenario utama yang bisa terjadi pada karyawan Sritex.
Pertama, karyawan harus tetap tinggal. Namun pegawai baru dianggap dengan jam kerja yang dimulai dari awal atau dengan sistem kontrak.
“Pertama, jika pemilik baru memutuskan untuk tetap menjalankan usaha yang sama, biasanya karyawan yang ada akan dipekerjakan kembali. Namun hubungan kerjanya dipulihkan, yaitu tidak termasuk jam operasional sebelumnya,” ujarnya, Jumat. 25/10).
Kemungkinan kedua lebih mengkhawatirkan; Pemilik baru Sritex tidak menggunakan tenaga kerja yang ada.
“Mereka bisa saja memutuskan untuk merekrut karyawan baru dan karyawan baru. Ini akan berdampak pada pemecatan karyawan lama.”
Persoalan pemisahan juga menjadi isu penting dalam kasus kepailitan ini. Berdasarkan data KSPN, Sritex memiliki utang sekitar Rp 25 triliun.
Sedangkan nilai asetnya hanya sekitar Rp 15 triliun.
“Kesenjangan utang ini membawa risiko yang besar, karena para pekerja tidak mendapat upah di luar tugas, gaji tersendiri sesuai ketentuan terkait,” kata Ristadi.
Ia menambahkan, berdasarkan pengalamannya menangani kasus serupa, seringkali pekerja hanya menerima pesangon sebesar 2,5 persen.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Bahkan dalam beberapa kasus, ada pekerja yang tidak menerima gaji sama sekali, sehingga berujung pada aksi protes menuntut haknya,” ujarnya.
Grup Sritex saat ini memiliki sekitar 20.000 karyawan yang di-PHK, dan menurut Ristad, sekitar 5.000 karyawan telah di-PHK secara bertahap.
Tapi yang pasti, apakah mereka sudah menerima pembayaran Secernere atau belum. Masih kami cari, katanya.
Selain situasi keuangan Sritex yang semakin sulit, nasib ribuan karyawannya masih bergantung pada keputusan manajemen dan personel selanjutnya.
Sritex sendiri mengajukan banding atas putusan pailit Pengadilan Niaga Negeri (PN) Semarang.
Haryo Ngadiyono, GM HRD Sritex Group mengatakan, operasional perseroan tetap berjalan hingga saat ini meski ada keputusan pailit.
“Kami mengajukan kasasi hari ini ke Mahkamah Agung,” ujarnya di Menara Wijaya, Sekretariat Daerah Sukoharjo, Jumat (25/10), seperti dilansir Detik Jateng.
Dalam pengajuannya, Sritex menjelaskan para pekerja tersebut masih bekerja dan pihak manajemen belum mengambil tindakan apa pun untuk memecat mereka.
“Kami tidak mau melakukan pelepasan massal karena kondisi ini sah (masih bisa dilakukan kasasi). Karena perusahaan (Sritex) tidak akan dibubarkan, tetap merupakan perusahaan operasional yang membuat perusahaan ketiga bangkrut. Tentu saja ada upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut,” kata Harry.
Pengadilan Niaga Negeri (PN) Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (Sritex) pailit.
Hal ini berdasarkan putusan Ketua Hakim Moch Ansor Senin lalu (21/10) dalam perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
(Lat/Agustus)