Jakarta, CNN Indonesia —
Guru Besar Metalurgi Institut Teknologi Bandung (ITB) Zulfiadi Zulhan berhasil mempercepat waktu pengolahan besi dari limonit (guttite) menjadi logam hanya dalam 2 menit.
Dalam acara Science Talk Guru Besar ITB, Sabtu (12/10), Zulfiadi menunjukkan cara ia mengubah “kotoran” menjadi logam menggunakan reaktor plasma hidrogen yang menggunakan hidrogen sebagai reduktor.
Zulfiadi mengawali sambutannya dengan menjelaskan tentang metalurgi antara lain bidang keilmuan yang merupakan perantara antara proses pengambilan bahan di alam dan penyimpanan hasil di pabrik.
“Tugas kami [ahli metalurgi] di pabrik adalah mengubah kotoran menjadi logam. Bukan sihir, tentu ada prosesnya, ada ilmunya,” kata Zulfiadi dalam sambutannya yang juga ditayangkan di kanal YouTube ITB. (6/11).
Gutite yang menjadi bahan uji Zulfiadi disebut “tanah” karena merupakan komponen utama tanah laterit, atau tanah merah yang tidak subur karena unsur hara terlalu banyak larut dalam air hujan.
Zulfiadi menunjukkan bahwa pada percobaan awal guttite dapat tereduksi sebagian menjadi logam dalam waktu 1 menit dan berhasil tereduksi seluruhnya dalam waktu 2 menit.
“Ini tes awal yang sudah kami lakukan, diumumkan. “Dengan 60 detik kita bisa beralih dari tanah menjadi sebagian logam dalam 60 detik,” jelasnya.
“Kami tambah waktu 2 menit, langsung dari lantai ke logam, 2 menit. Ini seperti sulap, tapi bukan sulap,” ujarnya.
Zulfiadi mengatakan, pengujian yang dilakukannya menunjukkan hasil prosesnya sangat cepat dengan gaya gravitasi yang kecil.
Sebagai perbandingan, kata Zulfiadi, proses pembuatan di tingkat pabrik saat ini membutuhkan waktu lebih dari 6 jam untuk menghasilkan logam tersebut.
Ia kemudian melanjutkan eksperimen penggunaan saprolit nikel untuk menghasilkan feronikel. Dalam waktu 1,5 menit, feronikel dengan kandungan 20 persen dan recovery rate 100 persen dapat dihasilkan.
Eksperimen terbaru adalah mencoba mencampurkan bijih nikel dan kromit untuk menghasilkan baja tahan karat.
Dalam skala pabrik, proses pembuatan stainless steel memakan waktu yang sangat lama dan menggunakan alat yang beragam.
Zulfiadi mencoba mencampurkan 30% – 35% bijih kromit dengan bijih nikel menggunakan 1 alat dan berhasil menghasilkan baja tahan karat. Ia berharap pengujian ini dapat dikembangkan di tingkat pabrik.
Terakhir, Zulfiadi membayangkan masa depan manufaktur logam akan mencakup mesin yang menggunakan kecerdasan buatan. Mesin ini dapat menghasilkan logam yang berbeda-beda tergantung pada bahan yang dimasukkan oleh pengguna.
“Reaktor plasma hidrogen yang menggunakan hidrogen hijau dan sumber energi terbarukan merupakan alternatif produksi logam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mari kita bersama-sama mewujudkan produksi logam yang lebih ramah lingkungan, bersih, cepat, dan cerdas,” ujarnya.
(brom/dmi)