Jakarta, CNN Indonesia –
Sembuh dari kanker tiroid tidak menjamin penyintasnya bebas obat. Salah satu penyintas, Astriani Dwi Arianingtyas mengaku masih harus mengonsumsi obat pengatur hormon.
Di tengah masa studinya, Astriani harus menerima kenyataan bahwa ia dinyatakan positif mengidap kanker tiroid pada tahun 2013. Tidak seperti penyakit tiroid lainnya, kanker tiroid memiliki keunikan karena hanya menimbulkan sedikit atau tanpa gejala.
Namun, ia mengatakan gejala umum kanker tiroid adalah munculnya nodul atau benjolan.
“Saya datang terlambat, saya merasakannya di area kelenjar getah bening, di leher sebelah kanan. Yah, itu dianggap menonjol ke dalam. Memang kentara, tapi tidak terlalu besar,” kata Astriani di sela-sela konferensi pers bersama Merck di JW Marriot Kuningan, Selasa (11 Mei).
Namun, Astriani memang memiliki gejala kanker tiroid meski tidak menyadarinya. Sementara tubuh pasien kanker lainnya menjadi lebih kurus, tubuh orang lain yang berjuang melawan kanker tiroid justru menonjol alias moon face.
Ia juga mengalami brain fog atau jeda dalam berpikir. Pasalnya, ketika kadar hormon tiroid rendah, sinyal tidak dapat tersalurkan dengan baik melalui saraf.
Kankernya telah menyebar ke kelenjar getah beningnya, meski ia berencana menjalani pengobatan dengan suntikan. Namun berkat pertolongan medis, ia mampu menjalani proses pemulihan selama tujuh tahun hingga seluruh sel kanker hilang dari tubuhnya.
Untuk mencegah fluktuasi tajam pada kadar hormon tiroid, ia harus minum obat hormonal setiap hari dan tanpa henti.
Bosan? Tentu. Namun, pendiri Thyroid Warrior Pita Tosca menerima nasihat berharga dari dokter yang menangani kondisinya.
“Dokter saya selalu bilang anggap saja seperti nasi. “Orang Indonesia kasih roti, tapi tidak diisi atau diisi mie, jadi anggap saja itu kebutuhan,” kata Astriani.
“Dulu itu suatu keharusan, jadi saya merasa kalau mau bermalas-malasan, hidup bagaimana? Bagaimana Anda ingin hidup di masa depan? Ini adalah perasaan [yang akan membuat Anda] berdiri kembali.” (el/asr)