Jakarta, CNN Indonesia —
Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 4,95 persen pada kuartal III-2024 di tengah mimpi Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkannya menjadi 8 persen.
Perkiraan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun 2024 dan triwulan II tahun 2024. Setiap triwulannya meningkat sebesar 5,11 persen year-over-year (YoY) dan tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan perekonomian Indonesia masih lemah akibat menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini terlihat dari konsumsi rumah tangga sebagai penggerak utama pertumbuhan yang hanya meningkat sebesar 4,91%, turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,93%.
Di sisi lain, jumlah pengangguran di Tanah Air semakin meningkat. BPS melaporkan terdapat 7,47 juta orang yang kehilangan pekerjaan pada Agustus 2024, yang merupakan berakhirnya pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Jumlah pengangguran meningkat sejak terakhir kali. Pada akhir Januari 2024, pengangguran di Tanah Air hanya tinggal 7,20 juta orang.
Ekonom Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan ada risiko kuartal ini melambat karena lemahnya permintaan. Berbeda dengan triwulan II yang terdapat periode Ramadhan dan Idul Fitri yang mendorong peningkatan permintaan barang dan jasa.
Namun kondisi musim tidak bisa dijadikan alasan. Yusuf juga berbicara tentang anjloknya PMI yang berkontribusi terhadap kelesuan ekonomi.
“Saya kira lambatnya pertumbuhan industri manufaktur bisa menjadi semacam lampu kuning, terutama bagi pemerintah yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi,” kata Yusuf kepada fun-eastern.com, Selasa (5/11).
Di sisi lain, Yusuf menekankan fenomena keluarga kelas menengah. Ia mendorong pemerintah memberikan hibah sebagai insentif pemulihan.
Ia mengatakan, selama ini pemerintah memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Yusuf menegaskan, sudah saatnya insentif dan bantuan langsung tunai (BLT) disalurkan kepada masyarakat kelas menengah.
Ahmad Nur Hidayat, veteran UPN dan pakar kebijakan publik yang berbasis di Jakarta, juga memperingatkan tentang masa depan Indonesia. Dia menekankan bahwa negara harus mengantisipasi risiko kemerosotan ekonomi besar-besaran dan bahkan kemungkinan keruntuhan struktural.
Dia menunjuk kontribusi melemahnya ekspor terhadap penurunan tersebut. Lambatnya impor juga turut berkontribusi terhadap menurunnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kondisi global yang tidak stabil, terutama lemahnya permintaan dari negara-negara mitra utama seperti Tiongkok, memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,” kata Ahmad.
“Ekspor Indonesia yang masih sangat bergantung pada produk primer menghadapi tekanan akibat perubahan harga dan permintaan internasional. Ketergantungan terhadap barang primer dari negara lain menjadikan Indonesia rentan terhadap perubahan harga dunia dan ketidakstabilan pasar internasional. perekonomian, “Ia terus mendorong pemerintah untuk segera mendistribusikan barang dari negara lain. Menambah nilai pada produk mentah dianggap sebagai langkah mendesak.
Di sisi lain, penguatan sektor lokal sangatlah penting. Ahmad mengatakan pemerintah dan pelaku ekonomi harus mulai fokus pada peningkatan daya saing produk lokal dan mendorong konsumsi dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Center for Economic and Legal Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti banyaknya pengangguran yang diwarisi Jokowi dari Prabowo. Ia menegaskan, laju perekonomian Indonesia saat ini kurang baik karena lambatnya merekrut tenaga kerja.
Ia membandingkan jika 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap lebih dari 400 ribu tenaga kerja, sedangkan saat ini yang dibutuhkan hanya sekitar 100 ribu tenaga kerja. Huda menegaskan, Prabowo punya tugas sekolah untuk memperbaiki keadaan di Tanah Air.
“Deindustrialisasi yang terlalu dini menunjukkan kinerja industri manufaktur yang tidak tepat. Pangsa industri manufaktur terhadap produk nasional (PDB) hanya 18 persen. Padahal, pada tahun 10 tahun lalu, pangsanya mencapai di atas 20 persen,” jelas Huda.
“UU Ketenagakerjaan tidak ada gunanya karena investasi dalam jumlah besar tidak akan menghasilkan penciptaan lapangan kerja yang signifikan. Porsi sektor industri terhadap PDB negara ini telah menurun, dari 22 persen pada awal tahun 2010 menjadi hanya 18 persen pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. nyatanya tidak ada pabrik yang dibangun sama sekali. “Pada masa Jokowi, yang terjadi lebih banyak PHK,” kritiknya.
Huda mewanti-wanti kemungkinan meningkatnya angka pengangguran jika tidak diperkirakan oleh Prabowo Subianto. Di sisi lain, ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi yang terus melemah akan berdampak pada kurangnya layanan kesehatan bagi masyarakat.
Bagaimana dengan mimpi Prabowo mendongkrak perekonomian Indonesia hingga 8 persen?
Direktur Eksekutif Center for Economic Reform (CORE) Mohammad Faisal mengatakan hal itu merupakan tugas berat bagi Menteri Perekonomian Prabowo. Sayangnya, kabinet Merah Putih banyak diisi wajah-wajah lama sisa rezim Jokowi.
“Meningkatkan akselerasi (pertumbuhan) dari 5 persen menjadi 6 persen sulit dilakukan dengan sistem yang ada. Padahal, tim ekonomi Prabowo kebanyakan terdiri dari orang-orang tua, wajah-wajah tua,” kata Faisal.
Jadi kalau orang lama masih menggunakan cara-cara lama pasti tidak akan tercapai. Jangan pernah berpikir 8 persen, bahkan 6 persen. Perlu cara-cara baru dan keberhasilannya baru, tegasnya.
Faisal menegaskan, menteri-menteri yang diusung Prabowo harus tegas. Jangan sampai terjadi konflik kebijakan antar Kementerian/Lembaga (K/L).
Perbedaan suara para menteri diyakini menjadi penyebab keruntuhan ekonomi. Ia menekankan, permasalahan perekonomian Indonesia seringkali muncul karena asimetri politik.
“Termasuk industri manufaktur yang saat ini sedang resesi dan laju pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan PDB, masih mengalami deindustrialisasi. Padahal, salah satu kunci percepatan pertumbuhan adalah output industri harus tumbuh karena sektor ini merupakan penyumbang PDB yang besar,” ujarnya.
“Oleh karena itu, pertumbuhan harus ditingkatkan secara signifikan, industrialisasi harus didorong. Ini faktor penting yang harus diperhatikan oleh pemerintahan Pak Prabowo untuk mencapai (pertumbuhan ekonomi) 8 persen,” ujarnya.