Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendakwa Direktur Utama PT Permana Putra Mandir (PPM) Ahmed Tawfiq dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Chemniks). dituduh. BNPB berencana menggunakan Dana (DSP) pada tahun 2020.
Penangkapan dilakukan setelah pemeriksaan terhadap Tawfiq selesai pada Jumat (11/11) malam.
KPK menahan tersangka AT selama 20 hari pertama pada tanggal 1 hingga 20 November 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rutan KPK, Gedung ACLC atau C1, .. KPK kata Wakil Ketua Nurul Ghaffrun di Gedung Merah, Jakarta, Jumat (11/11).
Dalam kasus ini, tepat pada awal Oktober lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menangkap dua tersangka lainnya, yakni Bodi Sloan, Liaison Officer (PCO) Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (PKK) dan merupakan CEO dari PT. Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo.
Hal tersebut bermula ketika Shin Dong-kyun, selaku CEO produsen APD PT Yunsun Jaya (YJ), pada Maret 2020 memberikan pendistribusian APD resmi kepada PTPM selama dua tahun.
Selain itu, PT GA Indonesia (GAI) selaku produsen APD juga menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.
Pada tanggal 20 Maret 2020, Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan melakukan pembelian 10.000 APD dari PT PPM dengan harga Rp 379.500 per set sebagai upaya penanggulangan wabah CoVID-19.
Sehari kemudian, TNI atas perintah Kepala BNPB saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT PPM di kawasan pabean dan langsung mendistribusikannya ke 10 provinsi tanpa disertai dokumen, bukti pendukung, atau surat perintah dia
Pada tanggal 22 Maret 2020, Shin Dong Kyun dan Satriyo selaku Direktur Utama PT EKI menandatangani perjanjian kontrak sebagai penjual resmi APD sebanyak 500.000 set yang harganya bergantung pada nilai tukar dollar pada saat pemesanan.
Selain itu, pada tanggal 23 Maret 2020, PT PPM dan PT EKI menandatangani perjanjian kerja sama pendistribusian APD dengan cadangan sebesar 18,5 persen yang dialokasikan kepada PT PPM. Dalam pertemuan sehari kemudian, Harmencia selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB melakukan negosiasi dengan Satrio untuk menurunkan harga APD dari $60 menjadi $50.
Penawaran ini belum mencakup biaya APD (merek yang sama) yang sebelumnya dibeli Kementerian Kesehatan sebesar Rp 370.000 per unit.
Pertemuan tersebut juga menyimpulkan bahwa PT PPM akan mengenakan biaya sebesar 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga USD 50 per set (sekitar Rs 700.000), kata Gaffron.
Pada tanggal 25 Maret 2020, PT EKI dan PT YJ melakukan pemesanan 500.000 set APD dengan giro sebesar Rp 113 miliar pada tanggal 30 Maret 2020.
Dokumen pabean dan dokumen lainnya sengaja menggunakan data PT PPM, karena PT EKI tidak memiliki izin edar alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan tidak memiliki PKP.
“Pada tanggal 27 Maret 2020, SW (Satrio Wibowo) menghubungi Kepala BNPB saat itu untuk antara lain meminta pembayaran segera atas 170.000 APD yang diambil TNI, dan kepada BNPB untuk memenuhi keamanan minyak mentah tersebut bahan dari Korea,” kata Gafron.
Pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar dilakukan dari kasir BNPB ke rekening BNI PT PPM pada 27 Maret 2020, dan saat itu belum ada kontrak atau surat perintah.
Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kementerian Kesehatan ke rekening PT PPM BNI.
Sedangkan Harminshah pada 28 Maret 2020 hanya menunjuk badan tersebut sebagai PPK pengadaan APD di Kementerian Kesehatan. Sementara itu, tata tertib pengangkatannya berlaku surut hingga 27 Maret 2020.
Rapat juga merilis surat pemesanan APD Kementerian Kesehatan kepada PTPPM sebanyak 5.000.000 set dengan harga satuan US$48,4 yang ditandatangani oleh Budi, Ahmed Tawfiq dan Satriyo.
Surat tersebut tidak merinci rincian pekerjaan, jam kerja, pembayaran serta rincian hak dan tanggung jawab para pihak. Surat perintahnya juga sudah dikirimkan ke PT PPM, namun juga ditandatangani oleh PT EKI.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan mengirimkan surat pemberitahuan kepada Direktur PTPPM bahwa hingga 15 April 2020, PTPPM telah mengirimkan APD sebanyak 790.000 set dari total 5.000.000 set Harga tersebut kemudian dinegosiasi ulang pada 7 Mei 2020.
Menyepakati banyak hal. Artinya, sejak 27 April 2020 hingga 7 Mei 2020, barang dikirimkan sebanyak 503.500 set dengan harga Rp 366.850. Barang dikirim setelah tanggal 7 Mei 2020 seharga Rp 294.000; Bahwa pada tanggal 18 Mei 2020, Kemenkes menerima bantuan APD sebanyak 3.140.200 set.
Terkait pembelian tersebut, berdasarkan audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar (Rp 319.691.374.183,06), kata Gafron.
Tawfiq dan dua tersangka lainnya disangkakan melanggar Pasal 55 Bagian 1 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 2 Bagian 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
(Rhine/Anak)