Jakarta, CNN Indonesia —
Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong terlibat kasus korupsi impor gula. Kejaksaan Agung (Kejagung) mencurigai Tom pernah terlibat politik ilegal saat menjabat Menteri Perdagangan di bawah Presiden Jokowi.
Kasus ini bermula pada 15 Mei 2014. Saat itu, rapat koordinasi kementerian menyebutkan Indonesia surplus beras dan tidak perlu impor.
Namun, beberapa bulan kemudian, Menteri Perdagangan Tom Lembong memberlakukan kebijakan impor gula. Dia menyetujui impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton yang selanjutnya akan diubah menjadi Gula Putih (GKP).
Sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, hanya BUMN yang boleh mengimpor GKP. Namun Tom Lembong memberikan izin impor gula untuk swasta.
Kebijakan Tom Lembong juga diambil tanpa rapat koordinasi dengan departemen terkait. Selain itu, belum ada rekomendasi dari kementerian untuk mengetahui persyaratan pasti sebelum mengimpornya.
Rapat perencanaan dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2015 di Kementerian Perekonomian. Pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa Indonesia akan mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 207 ribu ton pada tahun 2016.
Pada akhir tahun 2015, Badan Usaha Milik Negara PT Perusahaan Dagang Indonesia (Persero) mulai melakukan impor gula. Namun, perusahaan pemerintah menunjuk delapan perusahaan swasta untuk melakukan hal tersebut.
“Dalam rangka stabilisasi harga gula pasir dan memenuhi impor gula dalam negeri hingga November-Desember 2015, atas kepedulian CS selaku Direktur Pengembangan Usaha di” PT PPI memerintahkan PT PPI atas nama P untuk mengadakan pertemuan. dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula,” kata wakil direktur investigasi Jaksa Khusus Tindak Pidana Abdul Qohar saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (29/10).
Faktanya, kedelapan perusahaan tersebut tidak memiliki izin untuk mengimpor GKM untuk diubah menjadi GKP. Perusahaan-perusahaan ini mempunyai izin impor gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman, dan farmasi.
PT PPI seolah-olah membeli gula dari delapan perusahaan tersebut setelah diimpor dan diolah ke GKP. Padahal, yang menjual gula tersebut adalah perusahaan swasta di pasar atau ke masyarakat melalui distributor yang bekerja sama.
Kedelapan perusahaan ini menjual gula dengan harga 26 ribu ari per kilo. Harga tersebut melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi) saat itu yakni 13 ribu ariary per kilo. Tidak ada aktivitas pasar saat itu.
PT PPI diduga menerima pembayaran dari delapan perusahaan senilai 105 kilo. Negara disebut-sebut merugi sebesar 400 miliar dolar akibat impor gula yang dilakukan kebijakan Tom Lembong.
Jaksa Agung prihatin pasal 1 atau pasal 3 sama dengan pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 dan pasal 55 KUHP. Tom menghadapi hukuman seumur hidup karena perannya dalam kasus penyelundupan gula.
(fr/fr)