Jakarta, CNN Indonesia –
Australia akan melarang anak-anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial. Mengapa?
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengumumkan rencana untuk melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial. Langkah ini diharapkan menjadi paket kebijakan unggulan yang dapat diluncurkan pada akhir tahun depan.
Sebagai bagian dari pembatasan yang lebih ketat, Australia sedang menguji coba sistem verifikasi usia yang dirancang untuk mencegah anak-anak mengakses platform media sosial. Ini adalah salah satu sistem hukum yang paling sulit dibandingkan dengan negara lain.
“Media sosial menghancurkan generasi muda kita dan inilah saatnya untuk menghentikannya,” kata Albanese dalam konferensi pers, merujuk pada NBC, Kamis (11/07).
Albanese menjelaskan, penggunaan media sosial yang berlebihan berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental anak, terutama bagi remaja perempuan yang terpapar pola yang salah dan remaja laki-laki yang terpapar hal-hal negatif.
“Jika Anda adalah anak berusia 14 tahun yang mendapatkan konten seperti ini saat Anda tumbuh dewasa, ini bisa menjadi masa yang sulit, dan yang kami lakukan adalah mendengarkan [masukan] dan mengambil tindakan,” lanjutnya. . maju.
Banyak negara telah mempertimbangkan undang-undang serupa untuk membatasi akses anak-anak terhadap media sosial, namun pendekatan Australia dianggap salah satu yang paling ketat. Sejauh ini, belum ada negara lain yang mencoba sistem verifikasi usia menggunakan metode biometrik atau identifikasi resmi, yang saat ini sedang diujicobakan di Australia.
Beberapa usulan kebijakan Australia antara lain menetapkan batas usia tertinggi di dunia, tanpa pengecualian izin orang tua atau akun yang sudah ada sebelumnya. RUU tersebut akan diajukan ke Parlemen Australia tahun ini dan peraturan tersebut akan mulai berlaku setahun kemudian.
“Statusnya akan ada di media sosial untuk menunjukkan bahwa mereka mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencegah akses,” kata Albanese.
“Tanggung jawab itu tidak akan berada di tangan orang tua atau generasi muda.” dia menambahkan.
Terkait tanggapan media sosial, TikTok menolak berkomentar, sedangkan Meta, Alphabet, dan X belum memberikan tanggapan resmi.
Grup Industri Digital (DIGI), yang mewakili Meta, TikTok,
Direktur Jenderal DIGI Sunita Bose berpendapat langkah tersebut dinilai belum memadai dan ketinggalan jaman karena tidak sesuai untuk menjawab tantangan abad ke-21.
“Menjaga generasi muda tetap aman saat online adalah sebuah prioritas… namun melarang generasi muda mengakses platform digital adalah respons abad ke-20 terhadap tantangan abad ke-21,” kata Bose.
Bahkan, Bose menilai kebijakan ini lebih tepat dibandingkan sekadar memberlakukan larangan. Menurutnya, langkah yang lebih efektif adalah dengan menciptakan ruang digital yang cocok untuk segala usia, meningkatkan literasi digital, dan melindungi generasi muda dari dampak negatif dunia maya.
Menteri Penerangan Michelle Rowland menegaskan, kebijakan ini merupakan langkah pionir di dunia. Platform seperti Instagram dan Facebook milik Meta, TikTok milik ByteDance, dan X milik Elon Musk akan terkena dampak undang-undang ini.
Rowland juga memperkirakan YouTube milik Alphabet akan masuk dalam daftar platform penelitian.
Di Prancis, undang-undang serupa diusulkan tahun lalu untuk membatasi usia 15 tahun, namun anak-anak masih dapat memiliki hak sebagai orang tua.
Namun, di Amerika Serikat, perusahaan teknologi sudah lama diharuskan meminta izin orang tua untuk mengakses data anak di bawah usia 13 tahun, sehingga banyak media di negara tersebut Dilarang untuk anak di bawah 13 tahun. (mati/meninggal)