Jakarta, CNN Indonesia –
Komisi Yudisial (KY) menyetujui tindakan Kejaksaan Agung yang melakukan Operasi Tangkap (OTT) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dibebaskan dalam kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
“KY mendukung sistem Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum terhadap kasus dugaan suap,” kata anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata dalam siaran persnya, Rabu (23/10).
Menurut Mukti, penangkapan tersebut melanggar kehormatan dan martabat hakim.
Dikatakannya, sebelumnya KY telah menjatuhkan hukuman berat seperti pemberhentian tetap dan hak pensiun dan akan diangkat tiga Hakim Negeri Surabaya menjadi Majelis Kehormatan Kehakiman (MKH).
Mukti mengatakan, rekomendasi pembatasan sudah disampaikan ke Mahkamah Agung (MA). Namun MKH belum melakukan proses peradilan etik karena Mahkamah Agung masih menunggu putusan kasasi pembela Ronald Tannur.
MKH yang merupakan lembaga bela diri hakim, berdasarkan hasil penyidikan terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim (KEPPH) dan dikenakan hukuman berat berupa pemberhentian. .
Mukti menegaskan, “Program OTT ini akan menjadi langkah tambahan untuk memperkuat sistem eliminasi KY.”
Ia menambahkan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan komprehensif yang diperlukan agar efektif menangani kasus mencurigakan di Pengadilan Surabaya, KY.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Mahkamah Agung maupun Pengadilan Negeri Surabaya terkait penangkapan ketiga hakim tersebut dan putusan atas situasi yang dipertanyakan tersebut.
fun-eastern.com menghubungi Humas PN Surabaya Alex Adam Faisal soal penangkapan ketiga hakim tersebut. Namun, pihaknya tidak dapat memberikan informasi apa pun.
“Maaf, saya sudah berlatih selama dua minggu,” kata Alex.
Pada Selasa, 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas terdakwa Ronald Tannur. Mahkamah Agung membatalkan keputusan PN Surabaya dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Ronald Tanur.
Putusan: Kepada Jaksa Penuntut Umum – Batal judex facto, demikian bunyi putusan tersebut, seperti dikutip dalam dokumen MA dari lamannya, Rabu (23/10).
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 ini diperiksa dan diadili oleh Soesilo, Ketua Panitia Ajudikasi, bersama Hakim Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera mewakili Justiciana.
“Terbukti pada dakwaan tambahan kedua bertentangan dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP – 5 (lima) tahun penjara – Bukti = menguatkan putusan pengadilan negeri – P3:DO,” bunyi petikan kasasi.
Ketua Dewan Kasasi Zosilo kurang setuju atau tidak setuju dengan hukuman lima tahun penjara bagi terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti (29).
Namun, belum diketahui secara rinci pendapat Soesilo karena Kepaniteraan MA belum mengeluarkan satu pun putusan komprehensif atas kasus tersebut.
Ronald Tannur dianggap terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diancam dan diancam dalam dakwaan kedua jaksa penuntut umum berdasarkan pasal 351 ayat (3) KUHP.
(rin/anak)