Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan (springcap) terhadap Gubernur Kalimantan Selatan (Karsil) Sahibin Noor alias Paman Belen atas hilangnya dirinya. Keberadaan Paman Belen belum diketahui KPK sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 8 Oktober.
Hal itu terungkap dalam sidang permohonan praperadilan yang diajukan Paman Belen dengan nomor perkara: 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Sidang hari ini mengangkat topik tanggapan KPK atas permintaan Paman Belen.
“Sampai saat ini terdakwa (KPK) sedang mencari keberadaan pemohon (Saabirin Nour). Bahkan, terdakwa sudah menerima surat perintah penangkapan Piala Musim Semi Nomor 06 dan keputusan pimpinan KPK terkait larangan bepergian. “Pemohon saat ini belum diketahui keberadaannya,” kata Nia Siregar dari tim kuasa hukum KPK saat sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/5).
Berdasarkan hal tersebut, Nia menjelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Paman Belen sebagai tersangka karena tidak mengujinya. Menurut dia, kasus korupsi bisa diadili secara inabstiaia. Hal ini disampaikan sekaligus untuk membantah pernyataan Paman Belén yang menyebut penetapan tersangka tidak sah karena calon tersangka belum diperiksa.
Nia menjelaskan, penetapan Paman Belen sebagai tersangka didasarkan pada kecukupan dua alat bukti yang sah. Selain itu, situasi hukum ini juga terkait dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam penerimaan fee sebagai pihak swasta dari Sozin Wahidi (YUD) dan Andy Susanto (AND) selaku pelaksana pekerjaan pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terpadu dan pembangunan. Ini adalah serangkaian penangkapan orang. Area olahraga yang komprehensif. Pemprov Kalsel berencana membangun kawasan olah raga dan kolam renang terpadu pada tahun 2024.
“Terdakwa kemudian memeriksa sejumlah orang yang keterangannya sesuai dan sesuai dengan bukti-bukti yang diperoleh pemohon. Hal ini memperkuat keterlibatan dan peran pemohon dalam dugaan tindak pidana korupsi saat ini,” kata Nia. Dikatakan. .
Lanjutnya, “Oleh karena itu, pemohon ditetapkan sebagai tersangka secara in absensia dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan terhadap pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka.”
Badan Pemberantasan Korupsi telah menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka kasus di Kalimantan Selatan pada tahun 2024 hingga 2025 yang diduga pejabat negara atau kuasanya menerima hadiah dan janji.
Penerima manfaat adalah Paman Perin, Direktur Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (PUPR), Bapak Ahmad Solhan (SOL), Direktur Cipta Karya dan Pejabat Kepatuhan (PPK) Pemprov Kalimantan Selatan, Yulianti Erlenah (YUL ), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Gubernur Kalimantan Selatan Agustia Februari Biro Keluarga Andrian (FEB).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12a atau b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12b Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP.
Sedangkan donatur Sozin Wahudi (YUD) dan Andy Susanto (AND) berpartisipasi sebagai organisasi swasta. Sugeng dan Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP.
Enam tersangka ditangkap kecuali Paman Belen.
Sedangkan Paman Belen terancam masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan menjadi buronan. Dia sudah beberapa waktu tidak ditangkap dalam penangkapan berlebihan (OTT).
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melarang Paman Belen bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam penyidikan yang masih berjalan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa sejumlah saksi dan menggeledah sejumlah lokasi, termasuk kediaman Paman Belen, menyita barang bukti elektronik dan uang tunai sekitar Rp300 juta.
Pengacara Paman Belen, Soselo Aripofo mengaku belum mengetahui keberadaan kliennya saat ini. Ia mengaku tidak ada kontak sehari-hari dengan Gubernur Kalsel. Ia pun beralasan kliennya tidak bisa keluar negeri karena kini dilarang masuk ke Tanah Air sebagai tersangka.
“Dia dilarang masuk dan tidak boleh keluar negeri. Saya hanya menonton untuk menenangkan diri karena ini sebenarnya proses praperadilan,” kata Soisilo kepada wartawan.
“Awalnya kami kontak, tapi tentu sekarang mereka tidak mau apa-apa dari saya. Tentu saya tidak tahu persis (posisinya) di mana. Saya terus bekerja sama dengan gubernur.” (Rin/Dal)