Surabaya, CNN Indonesia –
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Erlanga (FISIP Unair), Profesor Bagong Suyanto kembali menegaskan alasan pemberhentian sementara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP partai tersebut.
Menurutnya, selebrasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melalui stand bunga yang dilakukan BEM bukan bersifat satir melainkan tergolong ujaran kebencian.
Bagong mengatakan dalam wawancara dengan Yunair, “Ini tidak ironis, saya juga meluruskannya. Surabaya, Senin (28/10).
Menurut Bagong, pemilihan kata atau kosa kata yang digunakan dalam rangkaian bunga sangat ketat. Itu tidak mencerminkan karakter siswa, katanya.
Bagong berkata: “Sutradara menganggap tidak etis menggunakan kata agresif, dan menurut saya itu tidak sopan. Dia mengaburkan klausa tersebut.’
Bagong menegaskan, kampus tidak melarang mahasiswa untuk bersungguh-sungguh. Namun, ia berpendapat kritik harus diberikan dalam koridor akademik dan etika akademik.
“Kami tidak pernah mendorong siswa untuk menggunakan kosakata yang ketat,” tambahnya. Tetap berpegang pada koridor akademik. Dengan data, karena ini pelajar. Berbeda dengan aksi jalanan. Siswa hendaknya menggunakan data yang mempunyai bukti kuat. “Mereka seharusnya tidak menggunakan kata-kata kasar.”
Meski demikian, Bagung mengatakan pemberhentian sementara kepengurusan BEM FISIP Unair belum bersifat final. Kepala sekolah bertemu dengan administrator hari ini.
BEM FISIP Unair dikabarkan telah menerima pemberitahuan penghentian administrasi pada Jumat (25/10). Keputusan itu diambil Dewan setelah meminta masukan dari beberapa pengurus untuk pelantikan Prabo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Peletakan karangan bunga dilakukan di Taman Barat FISIP Unair pada Selasa (22/10), “Selamat kepada jenderal dan guru besar kejam pelanggar HAM sebagai presiden dan wakil presiden dengan IPK 2,3. “Negara Republik Indonesia lahir dari rahim konstitusi yang tidak sah.”
Berikutnya ada foto Prabo dengan caption “Jenderal TNI Prabo Subianto Jojokhadikusumo (Presiden Mawar)” dan foto Gibran dengan caption “Manajer Fufufafa”.
Kemudian, Mulono menggambarkan bunga itu sebagai “kotoran yang menghancurkan demokrasi”. (frd/tsa)