Jakarta, CNN Indonesia —
Organisasi Indonesia Call (IM57+) mengingatkan KPK untuk memastikan kasus Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Nuri alias Keri Birin tidak menjadi bagian lain dari Harun Masiku.
Harun Masiku belum pernah ditangkap KPK sejak mendapat status mencurigakan pada awal Januari 2020. Organisasi IM57+ mengingatkan kita agar kejadian seperti ini, termasuk kasus Paman Birin, tidak boleh terulang kembali.
“Jangan sampai kasus Paman Birin menjadi bagian lain dari kasus Harun Masiku. Sebab, kasus Harun Masiku dan Paman Birin memiliki kemiripan, karena kedua kasus tersebut ada kaitannya dengan pemerintah,” tegasnya. Presiden IM57+ Institute M Prasad mengatakan Nugrahan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11).
Mantan penyidik KPK yang lolos evaluasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menilai lembaga antirasuah punya kemampuan teknis menangani kasus Paman Birin.
Namun, Praswad mengingatkan, aspek politik terkadang lebih penting daripada penegakan hukum.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus bisa menunjukkan bahwa mereka tidak akan gagal untuk yang ke 10 kalinya, ujarnya.
Secara teknis, kata Prasad, aturan Pengadilan Tinggi (MA) secara tegas melarang dilakukannya pemeriksaan pendahuluan terhadap buronan atau orang yang melarikan diri.
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018.
Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh tertipu oleh keuntungan politik dalam menangani kasus ini. Kita harus memperjelas posisi MA dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani kasus ini, ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang praperadilan 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL yang diajukan Paman Birin pada Selasa (5/11), Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan. ) karena Paman Birin tidak diketahui keberadaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka awal Oktober lalu.
Hingga saat ini, Termohon (KPK) masih menelusuri keberadaan Pemohon (Sahbirin Noor). Bahkan, Termohon telah mengeluarkan surat perintah penangkapan dan surat perintah larangan bepergian yang dikeluarkan Pimpinan KPK untuk Sprincap Nomor 06. Ke Luar Negeri, namun pemohon saat ini belum diketahui keberadaannya dan pencarian masih terus dilakukan,” kata Nia Siregar dari tim Kantor Hukum KPK dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/11).
Berdasarkan hal itu, Nia mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Paman Birin sebagai tersangka tanpa melakukan penyidikan. Menurut dia, proses jarak jauh bisa dilakukan dalam kasus korupsi.
Sekaligus tergerak untuk membantah dalil Paman Birin yang menyebut penetapan tersangka tidak sah karena tidak dilakukan pemeriksaan silang terhadap calon tersangka.
Nia menjelaskan, penetapan Paman Birin sebagai tersangka didasarkan pada cukupnya dua alat bukti yang sah. Lebih lanjut, status hukum tersebut merupakan serangkaian penangkapan terhadap sejumlah orang termasuk Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andy Susanto (AND). Pihak swasta sebagai olahragawan terpadu menerima pembayaran kepada pelaksana pekerjaan pembangunan terpadu pembangunan lapangan sepak bola di daerah. Lapangan dan Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olah Raga Terpadu Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
“Termohon kemudian melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang keterangannya sesuai dan sesuai dengan bukti-bukti yang diperoleh pemohon, sehingga memperkuat keterlibatan dan peran pemohon dalam dugaan tindak pidana tersebut,” kata Nia.
Oleh karena itu, penetapan pemohon sebagai tersangka dilakukan secara jarak jauh, sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan ahli terhadap pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka, lanjutnya.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan.
Lembaga antirasuah menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka karena diduga menerima hadiah atau janji dari pejabat pemerintah atau wakilnya di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2024 hingga 2025.
Penerimanya adalah Kerry Birin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perencanaan Wilayah (PUPR) Pemprov Kalsel, Ahmad Solhan (SOL), Pejabat Pemukiman dan Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlinah (YUL), Pengelola Rumah Tahfiz Darussalam dan Penggalangan Dana Do atau Fee Ahmad (Keuangan) dan Plt. Kepala Divisi Dalam Negeri (FEB) Gubernur Kalimantan Selatan Agastya Fabry Andrian.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor (UU TPCOR) jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan donatur Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andy Susanto (AND) asal Birin, ditahan, melanggar Pasal 1 KUHP. (ryn/tsa)