Jakarta, CNN Indonesia —
Sebuah video pengendara sepeda motor membawa kayu dan mengenakan jas hujan untuk melindungi diri dari ulat bulu viral di media sosial. Pasalnya, ulat jati dalam jumlah besar berkeliaran di jalanan Gunung Kidul Yogyakarta.
Salah satu video yang memperlihatkan fenomena tersebut diunggah oleh @YogyakartaCity. Dalam video tersebut terlihat sejumlah pengendara memanfaatkan pohon untuk menghilangkan ulat yang bergelantungan dan menghalangi jalan.
“Musim POV jentik pipi sudah berlangsung beberapa hari terakhir di Gunung Kidul,” tulisnya di X, Selasa (19/11).
Menyikapi fenomena tersebut, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul mengimbau warga dan wisatawan tidak perlu takut.
Supriata, Direktur Pengembangan Destinasi Pariwisata Gunung Kidul, mengatakan fenomena ulat jati merupakan fenomena musiman dan terjadi setiap tahun.
Oleh karena itu, kami meminta masyarakat tetap tenang, karena kemunculan jentik merupakan fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya, kata Supriata.
Namun kontak langsung dengan larvanya dapat menyebabkan peradangan kulit dan alergi, kata Suryanta. Oleh karena itu, masyarakat yang melewati daerah yang dipenuhi jentik diimbau untuk menggunakan pakaian yang lebih tertutup.
Ia menambahkan: “Misalnya saat mengunjungi tempat wisata alam, disarankan untuk mengenakan pakaian yang menutupi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana, dan sepatu tertutup, semuanya untuk mengurangi risiko kontak dengan jentik.”
Ia juga mengimbau masyarakat menghindari kontak langsung dengan ulat bulu, seperti tidak menyentuh ulat bulu atau daun yang mungkin terdapat ulat bulu.
“Jika menemukan jentik, simpanlah di habitatnya,” ujarnya.
Apa ini berbahaya?
Ulat jati atau ngengat jati (Hyblaea puera) merupakan serangga dari keluarga Lepidoptera yang dikenal sebagai hama tanaman jati. Ulat ini memiliki tubuh berwarna coklat dengan garis-garis kuning di bagian sisinya, dan panjangnya sekitar 3,5 cm.
Menurut laman Himbaa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (FKT UGM), serangan ulat jati biasanya terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan seperti yang terjadi saat ini.
Larva ini memakan daun jati hingga meninggalkan tulang daun utama. Berdasarkan temuan Omarella dan Karipsina (2011), ulat ini memakan seluruh jaringan daun, mulai dari bagian lunak daun hingga hanya menyisakan urat dan tulang.
Larva jati sering kali jatuh ke tanah sebagai bagian dari siklus hidupnya. Fenomena ini terjadi ketika mereka bersiap untuk berubah menjadi kepompong atau sangkar.
Sebelum memasuki tahap ini, ulat jati meninggalkan dedaunan pohon jati dan mencari tempat aman di permukaan tanah untuk bermalam dan melanjutkan proses tumbuh menjadi kupu-kupu.
Proses pembuangan jentik jati biasanya dilakukan pada pagi hari. Ulat ini bergelantungan pada benang-benang yang keluar dari tubuhnya, sehingga tampak seperti bergelantungan di pepohonan.
Begitu sampai di tanah, ia mencari tempat berlindung yang cocok dan mulai membentuk kepompong.
Apakah larva pipi ini berbahaya dan menimbulkan rasa gatal?
Berdasarkan laporan Ditik, Pemprov Jembrana menyatakan ulat jati yang menyerang tanaman tidak menimbulkan rasa gatal dan tidak menimbulkan bahaya bagi manusia.
Fenomena ini dianggap sebagai siklus alami dalam ekosistem dan hanya mempengaruhi daun pohon jati. Larva ini memakan daun pohon sampai pohon tersebut mati, namun tidak membunuh pohon tersebut.
(rum/dom)