JAKARTA, CNN Indonesia —
Iuran BPJS kesehatan sudah berkali-kali disampaikan pada tahun 2025.
Terbaru, Kepala BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan iuran BPJS Kesehatan pada pertengahan tahun 2025.
Usulan kenaikan tersebut disampaikan untuk mengatasi defisit fiskal yang mengancam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ghufron memperkirakan BPJS Kesehatan akan mengalami defisit Rp 20 triliun pada tahun ini. Ia khawatir jika ancaman ini tidak diatasi, keberlanjutan JKN akan runtuh dan kemungkinan gagal bayar pada tahun 2026 jika donasi tidak ditingkatkan.
Menurut dia, usulan kenaikan tersebut diajukan karena pemerintah belum mengubah iuran BPJS kesehatan dalam dua periode terakhir. Dalam praktiknya, peningkatan iuran idealnya dilakukan setiap dua tahun sekali.
“Besaran iuran, target tunjangan, dan tarif (penyesuaian) akan ditentukan kira-kira pada akhir Juni atau awal Juli,” kata Ghufron kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Sekretariat Bapenas, Senin. 11/11), dikutip detikcom.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan akan terjadi gap antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan BPJS Kesehatan mulai tahun 2023.
Ia mengatakan, rencana peningkatan donasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan program JKN, selain menerapkan strategi lain, mulai dari pembayaran iuran hingga hibah APBN.
“Mulai tahun 2023 akan terjadi cross gap yang menyebabkan biaya dan premi pembayaran klaim menjadi lebih tinggi,” kata Mahlil.
Iuran BPJS kesehatan tidak meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Rinciannya, peserta BPJS kesehatan Kelas 1 membayar iuran sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, Kelas 2 memberikan iuran sebesar Rp 100.000 per orang, dan Kelas 3 memberikan iuran sebesar Rp 35.000 per orang per bulan. Biaya kelas 3 sebenarnya Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah mensubsidi hingga Rp 7.000.
Lantas apa akibatnya jika tahun depan benar-benar dinaikkan iuran BPJS Kesehatan?
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai peningkatan donasi dapat menjadi salah satu solusi defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Namun logika ini tidak bisa diterima.
Sebab, BPJS Kesehatan merupakan bagian dari intervensi nasional di bidang kesehatan. Artinya, jika kondisi pendapatan masyarakat, khususnya pekerja, tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan, maka negara harus menanggung bebannya.
“Ini salah satu logika BPJS: Bukan hanya soal untung-rugi dan defisit,” kata Ronny kepada fun-eastern.com, Selasa (12/11).
Ronny mengatakan, usulan kenaikan tarif harus didukung data pemerintah yang sesuai.
Selain itu, patut diragukan apakah situasi pendapatan pekerja siap meningkat dan kenaikan UMP tahun ini dan tahun depan mampu menetralisir kenaikan premi asuransi. Hal-hal tersebut terlebih dahulu harus dijawab secara logis dan faktual.
Ia meyakini kenaikan tersebut tidak akan menutup seluruh defisit kesehatan BJPS sekaligus. Ronny juga mengingatkan untuk memastikan kenaikan biaya tidak dibebankan kepada seluruh peserta.
“Yang jelas, kenaikan iuran BPJS tidak boleh memaksakan daya beli pekerja, karena pendapatan pekerja dan masyarakat kelas menengah berada dalam tekanan besar dalam dua tahun terakhir. Itu benar-benar harus dihitung.” katanya.