Jakarta, CNN Indonesia —
Kamala Harris kalah dalam pemilihan presiden (Pilpres) AS 2024 menurut sejumlah artikel berita singkat.
Dalam perhitungan New York Times, Harris meraih 226 suara elektoral dan 47 persen atau 67 juta suara.
Sedangkan lawannya Donald Trump memperoleh 50,9 persen atau 72 juta suara dan 295 suara.
Dalam jajak pendapat terbaru, Harris mengungguli Trump, meski dengan selisih tipis hanya 2 poin persentase. Harris mendapat dukungan 48 persen dan Trump 46 persen.
Lalu mengapa Harris mengalahkan Trump dalam pemilihan presiden?
1. Perasaan gender dan ras
Kekalahan Harris mengingatkan kita pada pertarungan pemilu 2016, ketika Trump berhadapan dengan Hillary Clinton.
Sejumlah pengamat politik menilai kekalahan ini tak lepas dari pengaruh ras dan gender.
Harris adalah wanita keturunan Afrika-Asia dan berasal dari keluarga imigran.
“Dinamika terbesar dalam politik Amerika saat ini adalah gagasan tentang ras, gagasan tentang gender,” kata peneliti gender Tresa Undem, dikutip Al Jazeera, Rabu (7/11).
Undem juga memperingatkan bahwa Partai Demokrat dan Harris akan menghadapi kemarahan publik setelah kalah dalam pemilu.
Profesor Universitas Boston Tammy Vigil, yang berspesialisasi dalam perempuan dalam politik, mengatakan AS saat ini memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
“Kekalahan ini menunjukkan bahwa kita masih mempunyai banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di AS mengenai seks dan rasisme,” kata Vigil.
Andra Gillespie, ilmuwan politik di Emory University di Atlanta, juga mengatakan kendala yang dihadapi Harris adalah “rasisme.” Persoalan gender dan ras semakin menyulitkan perempuan asal India ini.
Sementara itu, direktur program studi perempuan dan gender di Universitas Georgetown, Nadia Brown, mengatakan Harris merupakan calon presiden yang layak. Namun, rasisme dan patriarki yang meluas di AS berkontribusi terhadap kekalahan Harris.
“Kehilangan ini hanya menggarisbawahi betapa dalamnya rasisme, supremasi kulit putih, dan patriarki di negara ini,” kata Brown.
Brown juga menyinggung bagaimana Trump mengkritik Harris dan melontarkan pendapat terburuknya kepada para pendukungnya.
Trump, sebagai publik figur, tak pernah meragukan Harris memiliki IQ rendah dan merupakan orang paling bodoh dalam sejarah Amerika.
Pembicaraan seperti itu, kata Brown, memberikan ‘izin’ kepada pendukung Trump untuk meremehkan dan mengejek Harris 2. Para pendukungnya kecewa dengan sikap terhadap Israel
Bukan hanya soal ras dan gender, para penggemar Harris kesal dengan dukungan dia dan partainya terhadap Israel.
Di bawah pemerintahan Joe Biden, dan tentu saja Harris, AS mengalirkan bantuan ke Israel dan bersikap lunak terhadap mereka.
Namun Israel terus menyerang masyarakat Gaza dengan kekerasan dan menyebabkan kematian lebih dari 42.000 orang di Palestina.
Kekerasan tersebut memecah belah partai menjelang pemilu. Para pemilih progresif, Arab-Amerika, dan Muslim enggan mendukung kelanjutan pemerintahan Biden.
Banyak pengamat yang menduga dukungan penuh Harris terhadap Israel akan merugikannya dalam pemilu.
Jika berhasil, Harris akan menjadi presiden perempuan pertama, orang kulit hitam kedua, dan orang pertama keturunan Asia Selatan yang memegang jabatan tertinggi di AS.
Namun, Harris adalah kandidat seluruh warga Amerika dan berjanji akan melanjutkan kebijakan pemerintahan Joe Biden.
Kelompok Harris juga mengajukan banding kepada Partai Republik yang kecewa dengan Trump. Namun, strategi ini tidak cukup untuk membawanya ke Gedung Putih. (adalah / kembali)