Jakarta, CNN Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sebuah rumah mewah di Medan terkait kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Rorotan, Kecamatan Chilinsing, Perumdoy Pembangunan Saran Jaya (PPSJ) Jakarta Utara 2019-2020, Kamis (14/11). .
“Penyidik KPK menyita sebuah rumah mewah milik SS yang terletak di Kota Medan dengan luas 90 meter persegi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/11).
Berdasarkan informasi yang diterima, rumah yang disita tersebut merupakan milik Executive Vice President Totalindo (TOPS), Salomo Sihombing yang merupakan saksi dalam kasus tersebut.
Tessa menambahkan, KPK mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah membantu memberikan informasi yang memudahkan peninjauan kembali kasus ini.
Total, KPK menetapkan dan menahan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PPSJ Yuri Cornelis Benontoan (YCP); Manajer Senior Unit Bisnis atau Direktur PPSJ Indra S. arharis(ISA); Presiden Direktur PT Totalindo, Direktur Eka Persada (TEP) Donald Sihombing (DNS); Komisaris PT TEP Selatan Erianto Rajajokjok (SIR); dan CFO PT TEP Eko Wardoyo (EKW).
Yuri diduga menerima mata uang asing dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT TEP. Selain itu, ia juga dikabarkan mendapat kesempatan atau kemudahan untuk menjual aset milik pribadi yang langsung diperoleh karyawan PT TEP.
Kasus tersebut diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 223.852.761.192 (Rp 223 miliar) akibat adanya penyimpangan dalam proses penanaman modal dan pengadaan tanah yang dilakukan PPSJ selama 2019-2021.
Besarnya kerugian ditentukan di tingkat negara bagian/wilayah berdasarkan pembayaran bersih yang diterima PT TEP dari PPSJ sebesar Rp 371 miliar (Rs 371.593.267.462,00) dikurangi harga transaksi sebenarnya PT TEP dengan pemilik asli tanah PT Nusa Kirana Real Estat (PT). NKRE) Termasuk biaya-biaya terkait lainnya seperti pajak, biaya BPHTB dan biaya notaris, totalnya adalah Rp 147.740.506.270.
Juri dan lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. (pasar)