Jakarta, CNN Indonesia —
Penggunaan antibiotik yang tidak diresepkan oleh dokter dapat menyebabkan tubuh mengalami resistensi terhadap antibiotik atau disebut juga resistensi antibiotik.
Ketika tubuh menjadi kebal terhadap antibiotik, virus, jamur, bakteri, parasit, maka tubuh menjadi kebal terhadap berbagai obat. Permasalahan ini tidak bisa dianggap enteng, karena bisa menjadi silent epidemi, I Wayan Agus Gede Manik Saputra mengatakan, Resistensi antibiotik memang bisa menjadi silent epidemi karena sangat berbahaya. . Ini harus dicegah dari hulu ke hilir,” kata Manik saat memaparkan hasil kampanye Program Desa Bijak Antibiotik yang dilakukan secara daring, Rabu (20/11). Manik menguraikan arti epidemi resistensi antibiotik yang diam-diam ini menjadi dua hal.
Misalnya, tidak mudah mengobati seseorang yang baru saja masuk angin karena bakteri atau virus yang ada di tubuhnya kebal terhadap berbagai obat. “Jika ingin mengobati, harus diselidiki lebih lanjut dan tidak hanya memberikan obat yang lebih rumit.” Sementara itu, dalam jangka panjang, selain infeksi yang sulit diobati, terdapat risiko terjadinya silent epidemi yang tidak memiliki antibiotik. Bukan hal baru lagi. Tentu saja, infeksi bakteri tidak dapat disembuhkan, namun tidak ada antibiotik baru yang ditemukan dalam sepuluh tahun terakhir. Jika masalah resistensi ini tidak diatasi, maka akan sulit mendapatkan antibiotik generasi berikutnya. “Di masa depan, sekecil goresan pisau pun bisa menyebabkan kematian,” ujarnya. (tst/wiw)