Jakarta, CNN Indonesia —
Penerapan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen yang ditetapkan undang-undang pada 1 Januari 2025 akan ditunda, menurut keterangan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menyadari banyaknya gelombang penolakan PPN 12 persen yang dilakukan berbagai kalangan di Tanah Air, dan ia juga mengatakan pemerintah sedang membahas insentif seperti bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terkena dampak kenaikan pajak.
“Iya hampir pasti tertunda, biarlah dulu (stimulus). Ya itu saja (menunggu stimulus),” kata Luhut saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/11), seperti dilansir detik.com .
Luhut mengatakan, penolakan PPN 12 persen karena masyarakat tidak mengetahui pemerintah sedang menyiapkan stimulus. Stimulus ini disebut-sebut akan dibicarakan dengan Presiden Prabowo Subianto.
“Karena masyarakat belum tahu kalau struktur (stimulus) itu ada. Kita bahas dulu, (lalu) presiden yang putuskan. Nanti berkembang di sana,” kata Luhut.
Penerapan PPN 12 persen dikatakan harus dibarengi dengan stimulus bagi masyarakat sulit ekonomi dan kelas menengah. Konon, penghitungan kasus ini bisa selesai dalam tiga bulan ke depan.
“Sebelum itu terjadi, PPN 12% itu harus dirangsang dulu bagi masyarakat yang kondisi perekonomiannya sulit, mungkin lagi perhitungannya dua bulan, tiga bulan. Ada perhitungannya (untuk kelas menengah),” kata Luhut.
Kenaikan PPN sebesar 12 persen dari saat ini 11 persen telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2021. Barang otomotif seperti mobil baru termasuk dalam daftar yang akan dikenakan PPN 12 persen.
Selain PPN sebesar 12 persen, industri otomotif juga akan merasakan opsen mulai 5 Januari 2025. Opsen merupakan pungutan pajak tambahan yang dilakukan pemerintah kabupaten atau kota.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengatakan penjualan mobil baru bisa turun 500 ribu unit pada tahun depan jika PPN dan opsen 12 persen diterapkan. Indonesia pernah terpuruk ke level tersebut saat mengalami situasi pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Tahun ini saja kita revisi target dari 1 juta unit menjadi 850 ribu unit. Kalau ada opsi pajak dan PPN 12 persen, bisa jadi kita yang menjadi pilihannya. sama seperti saat pandemi yaitu sekitar 500 ribu,” kata Kukuh Kumara, Sekretaris Gaikindo, Senin (25/11).
Tahun ini, Gaikindo memperkirakan penjualan mobil hanya mencapai 850 ribu unit, terendah sejak pemulihan pandemi. Penyebabnya, daya beli menurun dan kelas menengah terpuruk.
Pada tahun 2021, penjualan mobil baru meningkat menjadi 880 ribu unit kemudian meningkat menjadi 1 juta unit pada tahun 2022 dan 2023. Titik tertinggi penjualan mobil dalam negeri terjadi pada tahun 2013 sebanyak 1,2 juta unit dan terus mengalami penurunan sejak saat itu.
(fea/fea)