Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah dan DPR berencana kembali menerapkan program amnesti pajak atau tax amnesty.
Hal itu terungkap dalam hasil rapat panitia kerja Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2025 yang digelar DPR pada Senin (18/11).
Berdasarkan hasil RUU Prolegnas Prioritas 2025 dan Rapat Kerja Prolegnas 2025, Pemerintah dan DPR sepakat untuk menambahkan RUU Amnesti Pajak Tahun 2016 Nomor 11 Perubahan ke dalam daftar RUU Prioritas 2025. RUU di Prolegna.
Jika ini terjadi maka akan menjadi amnesti pajak Jilid III mulai tahun 2016. Sekadar mengingatkan, pemerintah telah melaksanakan program tax amnesty Jilid I pada tahun 2016-2017. Program ini melibatkan 956.793 wajib pajak dengan harta senilai Rp4.854,63 triliun.
Pengungkapan aset tersebut menghasilkan uang tebusan negara sebesar Rp114,02 triliun atau 69 persen dari target Rp165 triliun.
Kemudian, Tax Amnesty II digelar selama 6 bulan terhitung 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Program ini melibatkan 247.918 wajib pajak dengan total harta Rp594,82 triliun. Pajak penghasilan (PPh) yang dipungut negara berjumlah Rp 60,01 triliun.
Lalu apa yang dimaksud dengan amnesti pajak?
Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan pengungkapan harta dan pembayaran uang tebusan. Langkah ini bisa menjadi cara pemerintah untuk mengambil uang dari para pembayar pajak yang diduga menyembunyikannya di negara-negara bebas pajak.
Beberapa negara yang telah menerapkan amnesti pajak antara lain Australia, Belgia, Kanada, Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, pemerintah mengatur ketentuan pengampunan pajak melalui Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK.03/2021) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara. untuk Penerapan Pengungkapan Sukarela. Program (PPS) wajib pajak.
Amnesti pajak yang ditujukan kepada orang-orang kaya menawarkan beberapa keuntungan. Pertama, wajib pajak terhindar dari sanksi pajak sebesar 200 persen jika Direktorat Jenderal Pajak menemukan harta yang kemudian tidak diungkapkan.
Kedua, pendapatan negara tumbuh dari tebusan aset yang sebelumnya tidak diungkapkan.
Ketiga, mendorong repatriasi modal dan aset wajib pajak dari luar negeri ke dalam negeri. Keempat, meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Pada kasus tax amnesty sebelumnya, wajib pajak cukup melaporkan hartanya yang dirahasiakan ke KPP terdekat atau secara online. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pernyataan harta kekayaan.
Selanjutnya, wajib pajak harus membayar uang tebusan sesuai dengan nilai harta yang diungkapkan. Setelah membayar, Direktorat Jenderal Pajak akan memproses tawaran insentif perpajakan, termasuk pembebasan sanksi pidana dan administratif.
(sfr/agt)