Jakarta, CNN Indonesia —
Pada Minggu, 7 Oktober (27/10) waktu setempat, sekelompok pengunjuk rasa Israel mengganggu pidato Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam upacara peringatan satu tahun serangan Hamas.
Dalam siaran langsung yang dirilis pemerintah Israel, para pengunjuk rasa yang menghadiri upacara peringatan satu tahun serangan Hamas memicu keributan, memaksa Netanyahu untuk berhenti berbicara.
Mereka diduga meneriaki Netanyahu selama lebih dari satu menit. Seorang pengunjuk rasa berkata: “Kamu memalukan!” Sementara itu, pengunjuk rasa lainnya meneriakkan “Ayah saya dibunuh!”
Para pengunjuk rasa mengecam pidato Netanyahu setelah anggota keluarganya tewas dalam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut memicu serangan brutal Israel di koridor Gaza Palestina yang berlanjut hingga hari ini dan telah menewaskan sekitar 43.000 warga Palestina.
Para pengunjuk rasa meneriakkan berbagai umpatan untuk mengungkapkan rasa frustrasi mereka atas apa yang mereka lihat sebagai kegagalan perdana menteri berusia 75 tahun itu dalam mencegah serangan Hamas yang menewaskan puluhan orang.
Menurut Al Jazeera, para pengunjuk rasa sebenarnya tidak diperbolehkan berbicara untuk mengungkapkan ketidaksenangan mereka terhadap Netanyahu. karena takut mereka akan mengkritik pemerintah Israel atas serangan Hamas.
Namun, setelah kerusuhan, pengunjuk rasa akhirnya diperbolehkan berbicara.
Baru-baru ini, opini publik Israel semakin meningkatkan tekanan terhadap Perdana Menteri Netanyahu. Pasalnya, publik Israel ingin Netanyahu segera mengakhiri perang dengan Palestina dan mendorong gencatan senjata.
Namun, alih-alih mendorong gencatan senjata, ia malah mendorong konflik tersebut menyebar ke negara-negara Timur Tengah lainnya seperti Iran dan Lebanon.
Beberapa partai politik juga menuduh Netanyahu berusaha melemahkan upaya gencatan senjata dan terus menyerang Palestina.
Dalam pidato terpisah, Menteri Pertahanan Israel Yov Galant mengatakan serangan Israel terhadap Palestina tidak akan berhenti sampai sandera Israel yang ditahan Hamas dibebaskan.
Ia menegaskan, selain upaya militer, upaya pembebasan sandera juga penting dalam mendorong gencatan senjata antara Israel dan Palestina.
“Tidak semua tujuan dapat dicapai melalui aksi militer saja,” kata Galante, menurut Al Jazeera. “Untuk memenuhi tanggung jawab moral kami untuk membawa pulang sandera, kami harus membuat konsesi yang menyakitkan.”