Jakarta, CNN Indonesia –
Pada Jumat (29 November), Parlemen Australia mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan media sosial oleh anak-anak di bawah usia 16 tahun. Bagaimana dengan Indonesia?
Beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Digital (Mencodegi) Meutya Hafid menyinggung peraturan tersebut saat memberikan sambutan di SMAN 29 Jakarta.
Meutya awalnya berpesan kepada siswi di sekolah tersebut untuk tidak bermain judi online (judol). Ia kemudian meminta mereka untuk tidak bergantung pada gadget dan internet serta membatasi waktu penggunaannya.
“Kalau bisa diatur (waktu internetnya), saya sebagai menteri tidak mau, misalnya di Australia kita sekarang mempertimbangkan larangan penggunaan internet untuk anak di bawah 16 tahun. Dan kalau buka DM [pesan langsung di jejaring sosial ], tulis saya WA, banyak masukannya Bu Menteri, lakukan hal yang sama,” kata Meutia, Selasa (12/11).
Namun, kata Meutya, Internet di sisi lain memiliki banyak kelebihan yang justru menyulitkan pelajar jika dilarang.
“Aku masih mikir-mikir soalnya, kayaknya kalau aku pakai, adik-adikku juga bakal kesulitan. Karena banyak juga yang belajar dari internet. Lalu kenapa? Jadi bukan kita larang, tapi kami melakukan literasi.” dia menambahkan.
Oleh karena itu, Meutia mengimbau agar Internet digunakan untuk hal-hal baik dengan rencana penggunaan, agar tidak berlebihan.
Sebelumnya, Majelis Tinggi Parlemen Australia mengesahkan Amandemen Keamanan Online Usia Minimum Media Sosial tahun 2024 dengan suara 34 berbanding 19.
Dengan ini Negeri Kanguru resmi melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok dan X.
Seperti dilansir AFP, undang-undang tersebut merupakan salah satu yang paling ketat di dunia terkait penggunaan media sosial, yang dianggap banyak orang sebagai bentuk kebebasan berekspresi.
Peraturan tersebut melarang anak-anak di bawah 16 tahun menggunakan platform media sosial dan memberikan denda kepada perusahaan teknologi hingga AU$50 juta (sekitar Rp 516 miliar) jika mereka terbukti lalai atau mengabaikan aturan dengan mengizinkan anak-anak terus menggunakan platform mereka.
RUU tersebut tidak merinci bagaimana perusahaan akan mematuhi peraturan tersebut. Itu hanyalah pernyataan bahwa perusahaan diharapkan mengambil langkah yang tepat untuk memastikan bahwa pengguna platformnya di Australia berusia 16 tahun ke atas.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan undang-undang tersebut akan mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan terhadap anak-anak dalam penggunaan media sosial. Sejak awal, Albanes ingin anak-anak berhenti menggunakan platform media sosial agar mereka dapat memulai aktivitas fisik lagi.
Larangan penggunaan jejaring sosial menimbulkan perlawanan besar di kalangan anak-anak, akademisi, politisi, dan aktivis.
Menurut sebagian besar anak, selain memberikan dampak buruk, media sosial juga memberikan dampak positif, yakni memudahkan anak mempelajari hal-hal baru yang tidak secara jelas tersedia di buku, seperti memasak atau berkarya. Ilmu ini bisa saya peroleh melalui tutorial di jejaring sosial.
“Anak-anak dan remaja harus bisa mengeksplorasi teknik-teknik ini karena Anda tidak bisa mempelajari semua hal ini hanya dari buku,” kata Elsie Arkinstall, 11 tahun, seperti dikutip AFP.
Larangan tersebut juga berlaku bagi anak berkepribadian tertutup. Mereka merasa tidak bisa lagi berteman karena tidak memiliki perangkat yang membantu mereka terhubung dan berkomunikasi secara bebas tanpa bertemu langsung. (lumpuh/dmi)