Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sarman Simanjorang mengungkapkan, unsur kebutuhan hidup pokok (KHL) akan masuk dalam keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025.
Hal itu dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian besar-besaran terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang diminta para buruh beberapa waktu lalu.
KHL sendiri merupakan standar yang diwajibkan bagi seorang pekerja atau pekerja tunggal untuk dapat hidup sehat dalam satu bulan. KHL disusun berdasarkan beberapa faktor yang telah diadopsi oleh pemerintah.
Sarman menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan (UU Ciptaker) telah menambah konsep alpha dengan cara baru pada nomor UMP.
Dimana mempertimbangkan kebutuhan perusahaan, pegawai, dan pekerja serta asas proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak atau KHL bagi pegawai atau pekerja akan ditambahkan, “ujarnya kepada CNNIndonesia. .com, Senin (18/11).
Meski KHL, Sarman mengaku saat ini sulit mencetak gol. Dia mengungkapkan, saat menjadi anggota dewan penggajian DKI Jakarta 10 tahun lalu, informasi KHL didapat melalui survei setiap tahunnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan uji materi UU Cipta Kerja sebulan lalu.
Setiap bulan kita lihat pergerakan harga kebutuhan pekerja yang berbeda-beda. Akhirnya ada sekitar 60 barang, mulai dari makanan, minuman, daging, telur, baju, kursi di pasar. waktu,” kata Sarman.
Namun, menurutnya, data KHL tersebut tidak memungkinkan untuk dianalisis karena waktu pelaksanaan pendapatan UMP yang terlalu singkat. Sarman menilai hal itu bisa menjadi efek jera.
“Tentu saja yang menjadi permasalahan adalah besaran alpha, sebenarnya itu adalah angka yang jelas mungkin diantara kita, perusahaan, karyawan atau karyawan, tidak bisa dihubungkan, karena dari sudut pandang pekerja. , permintaannya tinggi,” ujarnya.
Sarman mengungkapkan, pihaknya juga akan melihat realitas kondisi perekonomian Indonesia saat ini untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dunia usaha dalam menetapkan UMP.
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan 21 persoalan penting terkait pengujian umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan (UU Ciptaker). Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi sebagian terhadap beberapa pasal dalam UU Ciptaker yang dimohonkan Partai Buruh dan enam pemohon lainnya.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menanggapi pandangan para pemohon terhadap persoalan konstitusionalitas berdasarkan tujuh alasan pokok, yakni mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang tidak didasarkan lagi pada konsesi, perjanjian kerja sukarela. PKWT), pemberhentian sementara atau pemberhentian, pengunduran diri, gaji, pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terdapat 21 poin penting dalam putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi UU Ketenagakerjaan:
1. Menyebutkan kata “Pemerintah Pusat” pada Pasal 42 no. 1 dalam pasal 81 no. 4 selain UU No. 6 Tahun 2023 tentang Pembentukan Peraturan Negara Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Bekerja Berdasarkan Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak diterjemahkan. Menteri yang berwenang pekerjaan (pekerjaan) apabila Menteri Tenaga Kerja”.
2. Sebutkan pasal 42 no. 4 dalam pasal 81 no. 4 UU 6/2023 yang menyatakan bahwa “Tenaga kerja asing boleh dipekerjakan di Indonesia dalam hubungan kerja untuk jabatan dan waktu apapun serta mempunyai keterampilan sesuai dengan jabatan yang akan diisinya” bertentangan dengan UUD 1945 dan dia tidak memilikinya. mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak diterjemahkan “tenaga kerja asing dapat digunakan di Indonesia dalam hubungan kerja untuk jabatan dan waktu tertentu serta mempunyai keterampilan sesuai dengan keadaan.
3. Beritahukan pada pasal 56 no. 3 dalam pasal 81 no. 12 UU 6/2023 yang berbunyi “Lamanya atau penghentian kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diputuskan berdasarkan kontrak kerja” bertentangan dengan UUD 1945 dan sudah lama tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. tidak diterjemahkan “Batas waktu penyelesaian suatu pekerjaan tertentu tidak tetap lebih dari lima tahun, sekalipun diperpanjang.”
4. Beritahukan pada pasal 57 no. 1 dalam pasal 81 no. 13 UU 6/2023 yang menyatakan bahwa “Kontrak kerja sementara dibuat secara tertulis dan harus menggunakan huruf Indonesia dan Latin” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak diterjemahkan. “Perjanjian” setiap saat pekerjaan harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan Latin.
5. Beritahukan pada pasal 64 no. 2 dalam pasal 81 no. 18 yang menyatakan bahwa “Pemerintah memutuskan suatu bagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika diartikan sebagai “Oleh Menteri Pemerintah untuk menentukan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada alinea pertama sebagaimana metode dan platform untuk outsourcing disepakati dalam perjanjian outsourcing tertulis.”
6. Beritahukan pada pasal 79 no. 2 huruf b Pasal 81 no. 25 UU 6/2023 yang berbunyi “Satu hari libur dalam seminggu selama enam hari kerja dalam seminggu” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai “dua hari dalam seminggu”. .
7. Sebutkan kata “dapat” pada Pasal 79 no. 5 Pasal 81 Pasal 25 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
8. Beritahukan pada pasal 88 no. 1 dalam pasal 81 no. 27 UU 6/2023 yang menyatakan bahwa “Setiap pekerja berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai “dengan uang yang menutupi kehidupan yang bersangkutan. atau penghasilan kepada pegawai/pegawai dari hasil pekerjaannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar pekerja/pegawai dan keluarganya meliputi pangan dan minuman, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
9. Beritahukan pada pasal 88 no. 2 dalam pasal 81 no. 27 UU 6/2023 yang menyatakan bahwa “Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pengupahan sebagai upaya pemenuhan hak pekerja/pegawai atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kewenangan hukum yang sah selama masih berlaku. tidak diterjemahkan sebagai “sehubungan dengan dewan pengupahan daerah dimana terdapat anggota dewan daerah dalam merencanakan kebijakan pengupahan maka pemerintah pusat harus memutuskan kebijakan pengupahan”.
10. Menyatakan istilah “rencana dan besaran gaji” dalam pasal 88 ayat 3 huruf b pasal 81 angka 27 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak diterjemahkan. “rencana dan skala kompensasi yang adil”.
11. Menyatakan Pasal 88C Pasal 81 Pasal 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “atas desakan Gubernur untuk mengangkat sampai batas tertentu. wilayah provinsi dan untuk kabupaten/kota”.
12. Sebutkan kata “jadwal apa saja” pada pasal 88D no. 2 dalam pasal 81 no. 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum jika tidak dimaknai sebagai “sejenis statistik yang menunjukkan kontribusi pekerja terhadap pembangunan negara dan sektor luar/kota di pertimbangan kebutuhan dunia usaha dan pekerja dan asas proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak (KHL) bagi pekerja.”
13. Menyatakan kata “dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 88 F Pasal 81 ayat 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum jika tidak diartikan “Dalam keadaan tertentu” berarti tetapi bersifat tidak terbatas pada, bencana alam atau “keadaan tidak wajar yang berkaitan dengan kondisi perekonomian internasional dan/atau negara yang ditentukan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
14. Sebutkan pasal 90A pasal 81 no. 31 UU 6/2023 yang berbunyi “Upah ditetapkan di atas upah minimum berdasarkan kesepakatan antara kontraktor dengan pekerja dan buruh perusahaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai dasar yang kokoh. kewenangan hukum jika tidak diartikan “Upah di atas upah minimum ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau pekerja dalam organisasi.”
15. Beritahukan pada pasal 92 no. 1 dalam pasal 81 no. 33 UU 6/2023 yang berbunyi “Pengusaha wajib menetapkan jenis dan cara pemberian imbalan dalam usahanya dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas usahanya” bertentangan dengan UUD 1945 dan selama ini belum ada kewenangan hukum yang mengikat. Tidak diterjemahkan sebagai “Perusahaan harus menyusun rencana penggajian dan struktur penggajian di perusahaan dengan mempertimbangkan kemampuan dan produktivitas perusahaan, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan keterampilan.
16. Beritahukan pada pasal 95 no. 3 dalam pasal 81 no. 36 UU 6/2023 yang menyatakan “Hak-hak lain bagi pekerja/karyawan sebagaimana tercantum dalam No. meskipun tidak diterjemahkan menjadi “Hak-hak lain pekerja/karyawan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penting untuk dibayar bagi seluruh kreditur termasuk kreditor preferen.” kecuali bagi kreditor yang memegang hak tanggungan harta benda”.
17. Beritahukan pada pasal 98 no. 1 dalam pasal 81 no. 39 UU 6/2023 yang menyatakan “Untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah dalam merencanakan kebijakan penggajian dan pembangunan. Dalam UUD 1945 dibentuk “pengadilan pengupahan” yang menangani sistem pengupahan. Tidak ada yurisdiksi Undang-undang ini mengikat kecuali ditentukan lain ” Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada dewan negara bagian atau lokal ketika merencanakan kebijakan kompensasi dan mengembangkan sistem pembayaran, dewan pembayaran telah dibentuk untuk berpartisipasi secara aktif.
18. Sebutkan kalimat “Perlu dilakukan perundingan bilateral antara pengusaha dengan pekerja/pegawai dan/atau serikat pekerja/serikat buruh” dalam Pasal 151 No. 3 Pasal 81 Pasal 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “Harus dilakukan melalui perundingan untuk mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja dan/atau subyek – / serikat pekerja”.
19. Mengumumkan pernyataan “penghentian pekerjaan melalui tahap selanjutnya menurut cara penyelesaian perselisihan pekerjaan” dalam Pasal 151 No. 4 Pasal 81 Pasal 40 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “Apabila perundingan bilateral tidak dapat disebutkan dalam pasal 3 kontrak, maka pekerjaan dapat dihentikan setelah mendapat izin”. keputusan dari kantor keputusan. perselisihan mengenai hubungan perburuhan yang pendapatnya mempunyai kekuatan hukum tetap.”
20. Menyatakan frasa “dilaksanakan sampai selesainya proses penyelesaian perselisihan yang berkaitan dengan pekerjaan menurut tingkatannya” dalam Pasal 157A No. 3 dalam pasal 81 no. 49 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “Sampai dengan berakhirnya proses penyelesaian perselisihan, hubungan kerja yang mempunyai kewenangan hukum sesuai ketentuan UU PPHI .”
21. Sebutkan kata “diberikan dengan alasan sebagai berikut” dalam Pasal 156 no. 2 Pasal 81 Pasal 47 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum kecuali jika diartikan “setidaknya”.
(bagian/fungsi)