Jakarta, CNN Indonesia —
Israel telah menyetujui perjanjian gencatan senjata selama 60 hari dengan milisi Hizbullah Lebanon.
Seorang pejabat di Tel Aviv mengatakan kepada Times of Israel bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan mengadakan rapat kabinet keamanan pada Selasa malam (26/11) waktu setempat untuk menyepakati gencatan senjata dengan Hizbullah.
Gencatan senjata kemungkinan akan berlangsung selama dua bulan, yakni 60 hari.
“Kami tidak tahu berapa lama (jeda) ini akan berlangsung. Bisa sebulan, bisa setahun,” kata pejabat itu, Senin (25/11).
Pejabat itu menjelaskan, meski Israel telah menyetujui gencatan senjata, Tel Aviv hanya setuju untuk menghentikan permusuhan, bukan mengakhiri perang melawan Hizbullah.
Sementara itu, sumber Lebanon juga mengatakan kepada Reuters pada hari Senin bahwa Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron akan segera mengumumkan gencatan senjata dalam waktu dekat. Amerika Serikat dan Prancis merupakan mediator dalam perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Menurut sumber tersebut, Israel memutuskan menerima gencatan senjata tersebut karena takut pemerintah AS akan menghukum Israel dengan resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Israel juga disebut enggan menaati gencatan senjata karena mulai kehilangan bantuan dari Amerika Serikat, salah satunya pasokan buldoser D9.
Wakil ketua parlemen Lebanon, Elias Bou Saab, mengatakan pada hari Senin bahwa kebuntuan mengenai siapa yang akan memantau gencatan senjata, yang telah menghambat perjanjian tersebut, telah diselesaikan dalam 24 jam terakhir dengan perjanjian untuk membentuk komite yang dipimpin oleh lima negara oleh Amerika Serikat. Salah satu dari lima negara tersebut adalah Perancis.
Israel sebelumnya bersikeras bahwa Prancis tidak akan menjadi bagian dari perjanjian atau anggota komite.
Hal ini disebabkan kemarahan Israel terhadap Prancis dalam beberapa bulan terakhir menyusul seruan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk melakukan embargo senjata terhadap Israel untuk mendorong diakhirinya perang.
Prancis juga menjadi salah satu negara yang telah meratifikasi Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). ICC baru-baru ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu di negara-negara yang telah meratifikasi ICC.
Pada Jumat (22/11), Prancis mengindikasikan bahwa mereka tidak berniat menangkap Netanyahu jika Perdana Menteri berada di negara tersebut. Israel disebut bersedia menerima partisipasi Prancis karena hal tersebut. (blq/dna)