Solo, CNN Indonesia —
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyinggung soal Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dan menyebut undang-undang inilah yang patut disalahkan atas matinya industri TPT di Tanah Air.
Aturan tersebut ramai diperbincangkan belakangan ini pasca kabar bangkrutnya PT Sri Rejeki Isman alias Sritex. Banyak pihak yang menilai Permendag 8 Tahun 2024 akan membuat industri TPT dalam negeri kalah bersaing dengan produk komersial.
Bodhi menilai undang-undang tersebut tidak bisa disalahkan karena baru berlaku mulai 17 Mei 2024.
“Mosok baru mati beberapa bulan?” kata Bodi, Kamis (31/1) saat mengunjungi beberapa eksportir UMKM furnitur di Kabupaten Sokoharjo.
Menurut Mendag Budi, Permendag 8/2024 dibuat untuk mendukung perdagangan dalam negeri, termasuk tekstil. Ia mengatakan, Kementerian Perdagangan banyak memberikan dukungan terhadap undang-undang ini.
“Impor tekstil harus diputuskan oleh pedagang,” kata Bodi.
Ia juga menyebutkan dua langkah dukungan dalam Permendag tersebut, yaitu kuota impor dan bea masuk. Bodhi mengatakan, bea masuk sendiri sudah lama diterapkan pada produk tekstil.
“Bea masuk sudah ada sejak lama. Bea masuk antidumping pada tekstil,” ujarnya.
“Dukungannya sekarang banyak, jadi Permendag 8 tidak ada hubungannya,” lanjut Bodi.
Peraturan Menteri Perdagangan 8 Tahun 2024 merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Ketentuan dan Ketentuan Impor.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DPD Jawa Tengah Lilik Setiawan mengatakan sebaliknya.
Bertentangan dengan apa yang Anda sampaikan, dia mengatakan Permandag 8/2024 menghilangkan perlunya Surat Keputusan (Pertek) ekspor pakaian jadi dan aksesoris garmen, tas, dan sepatu.
Lilik mengatakan, Mendag yang baru sebaiknya mempelajari seluruh tahapan pembuatan manisan ini agar memiliki pemahaman yang baik.
Penghapusan aturan impor sejumlah produk yang dilakukan Pertek telah membanjiri pasar Indonesia dengan produk luar negeri.
Akibatnya, banyak pabrikan dalam negeri yang terpaksa gulung tikar, termasuk Sritex yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang Kelas 1A.
“Permendag 8 banyak ketidakpastiannya karena undang-undangnya tidak ada,” kata Lilik. (ryd/fea)