
Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri BUMN Eric Thohir mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto akan menghapus utang lama UMKM senilai Rp 8,7 triliun.
Catatan ini berdasarkan data Bank Himbara mengenai kredit UMKM. Meski demikian, dia mengatakan masih terdapat perbedaan usulan mengenai jangka waktu keringanan dan penghapusan kredit UMKM oleh bank-bank pelat merah.
“Sebenarnya masih ada usulan apakah (pinjaman lama akan diampuni dalam jangka waktu 2 tahun, 5 atau 10 tahun),” ujarnya dalam rapat pimpinan dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (4/11). ).
Eric menegaskan, Kementerian BUMN mengusulkan penghapusan kredit lama berdasarkan rekam jejak 5 tahun terakhir. Meski begitu, dia mengatakan keputusan ada di tangan pimpinan.
Menteri BUMN mengatakan penutupan pembukuan dan pemulihan kredit UMKM lama merupakan bagian dari upaya pemerintah. Hal ini dilakukan untuk memastikan aktivitas perekonomian dapat berkelanjutan.
“Di situ kalau kita lihat angkanya (track record kredit UMKM 5 tahun) sekitar 100 juta. Jadi nilainya di Himbara sekitar Rp 8,7 triliun,” jelas Eric.
“Saya kira ini bagian dari stimulus yang kita dorong, apalagi kita tahu saat ini daya beli masyarakat dan UMKM sedang terdampak,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlanga Hartarto mengungkapkan, sebelumnya pinjaman UMKM di Bank Himbara cukup besar. Ditegaskannya, CS BRI hanya bisa menghapus buku pinjaman lama, tanpa menghapus tagihan.
Oleh karena itu, pemerintah serius menggarap rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk menghapus pembukuan dan menghapus tagihan utang UMKM yang lama. Termasuk di dalamnya bank dan lembaga keuangan non-bank.
Jadi, mudah-mudahan bisa selesai dalam waktu tidak lama lagi,” kata Airlanga saat jumpa pers di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
“Jika tidak ada hapus buku (dan) hapus buku, maka daftar masyarakat, petani, nelayan yang menerima program dan bermasalah akan masuk ke database Kementerian Keuangan, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sehingga mereka (UMKM) tidak bisa mendapatkan fasilitas perbankan lebih. Jadi, semacam ‘moratorium’ bagi masyarakat yang bermasalah,” jelasnya.
(Minggu/Agustus)