Jakarta, CNN Indonesia –
Pada akhir Agustus 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai $150,2 miliar. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan akhir Juli 2024 yang sebesar $145,4 miliar.
Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain penerimaan pajak dan jasa, perolehan devisa dari sektor minyak dan gas (migas), serta pengurangan utang luar negeri pemerintah.
Bank Indonesia (BI) menyatakan cadangan devisa membiayai 6,7 bulan impor pada Agustus, atau 6,5 bulan termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Menurut BI, jumlah ini bahkan jauh di atas standar kepatuhan internasional, yang biasanya setara dengan tiga bulan impor. Hal ini menunjukkan cadangan devisa Indonesia cukup untuk menjaga stabilitas sektor eksternal serta stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
“Tingkat cadangan devisa pada akhir Agustus 2024 cukup untuk membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” ungkapnya. Pengumuman resmi BI pada Jumat (6 September).
Selain itu, BI berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga resistensi eksternal. Konsolidasi ini penting untuk menjaga stabilitas perekonomian sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Salah satu faktor utama peningkatan cadangan devisa Indonesia adalah program yang diperkuat oleh pemerintahan Joko Widodo berikut ini. Presiden ke-7 RI telah mengeluarkan arahan untuk menghentikan ekspor bahan baku bijih nikel.
Selain itu, pemerintah juga menggalakkan downsizing, yaitu produksi nikel menjadi produk berkualitas tinggi seperti feronikel dan nickel pig iron (NPI) yang bisa diekspor dengan harga lebih tinggi. Kebijakan ini sangat membantu Indonesia dalam meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk manufaktur nikel.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nikel dan produknya mencapai $4,93 miliar pada Januari-Agustus 2024. Ekspor bahan ini meningkat sebesar 8,83 persen menjadi $4,53 miliar dari Januari hingga Agustus 2023.
Artinya ekspor nikel dan produknya memberikan kontribusi sebesar 3,08 persen terhadap kinerja ekspor Indonesia yang mencapai $170,89 miliar pada Januari-Agustus 2024.
Jika kita melihat provinsinya, kita melihat beberapa daerah yang terkenal kaya nikel ternyata memiliki nilai ekspor yang tinggi.
Misalnya saja nilai ekspor Sulteng yang mencapai $13,77 miliar pada Januari-Agustus 2024. Kemudian pada periode yang sama, Sulawesi Tenggara mencapai $2,58 miliar, Sulawesi Selatan mencapai $1,35 miliar, dan Maluku Utara mencapai $6,67 miliar.
Sumbangan devisa negara juga datang dari PT Gunbuster Nickel Industries (PT GNI). Sebagai salah satu perusahaan nikel terkemuka di dunia dan pemimpin industri hilir di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, PT GNI telah mengekspor produk nikel yang diolah menjadi Nickel Pig Iron (NPI) sejak tahun 2019. Dengan 25 lini produksi yang beroperasi, NPI kemudian diekspor ke berbagai negara.
Selain ikut serta dalam perdagangan valuta asing negara, langkah yang dilakukan PT GNI berikut ini juga berdampak pada pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah. Kandungan nikel yang lebih rendah telah memberikan banyak manfaat bagi area di sekitar lingkar industri.
PT GNI sendiri telah menciptakan puluhan ribu lapangan kerja di Morowali Utara dan berencana menambah jumlah pekerja tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Keberadaan industri ini tentu berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
“Ini akan meningkat di masa depan. PT GNI akan aktif merekrut karyawan, termasuk bekerja sama dengan pemerintah desa di sekitar kawasan industri untuk mengatur perekrutan karyawan,” kata Mellysa Tanoyo, President of Corporate Communications PT GNI.
Selanjutnya, PT GNI juga menjalankan berbagai program CSR (Corporate Social Responsibility), antara lain pembangunan infrastruktur di sekitar kawasan industri dan mempekerjakan tenaga kerja lokal.
Tak ketinggalan, perusahaan juga sangat mementingkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Hal ini penting karena produksi dan pemurnian bijih nikel melalui tiga tahap yang membutuhkan peralatan dan suhu tinggi, bahkan ribuan derajat Celcius.
Untuk memahami hal tersebut, PT GNI membuat peraturan K3 yang sesuai dengan peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Peraturan ini mencakup banyak aspek seperti keselamatan kerja, kesehatan kerja dan lingkungan kerja.
PT GNI juga rutin menyelenggarakan program pelatihan dan sertifikasi K3 untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Program sertifikasi K3 GNI juga merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk memastikan operasi yang aman dan efisien serta memenuhi standar industri yang lebih ketat.
Beberapa di antaranya memerlukan sertifikasi operator alat berat dan pelatihan kesadaran keselamatan bersertifikat agar pekerja diperlengkapi dan dilatih dengan baik untuk melakukan pekerjaan mereka secara kompeten.
Semua ini wajib bagi pekerja yang meyakini bahwa pekerjaannya erat kaitannya dengan risiko dan bahaya. (inci/inci)