
Jakarta, CNN Indonesia —
Serikat Pekerja Indonesia (APINDO) mengaku kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait perkara uji materi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Bob Azam, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Apendu, mengatakan sistem penetapan upah minimum (UMP) provinsi tersebut telah mengalami empat kali perubahan dalam 10 tahun terakhir berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.
“Jujur banyak dari kita yang kecewa dengan keputusan APINDO ini. Seperti kita ketahui, APINDO bukan hanya perusahaan besar, 90% diantaranya adalah perusahaan kecil,” kata Bob dalam konferensi pers di JS Luwansa, Kamis (7/11). . .
Bob mengatakan, perubahan undang-undang akan membuat investasi di Indonesia terhambat. Pasalnya, investor akan melihat tanda-tanda ketidakpastian hukum.
Memang dibutuhkan banyak investasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diinginkan Presiden Prabowo Sabinto.
Katanya, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi yang besar, kalau tidak ada investasi tidak mungkin.
Dia mengatakan, permasalahan sebenarnya bukan pada kenaikan tarif UMP, melainkan pada prinsip yang benar.
“Bayangkan saja undang-undang tersebut telah diubah empat kali dalam 10 tahun untuk mencerminkan ketidakkonsistenan kami,” katanya.
“Ini bukan soal upah minimum, ini soal konsistensi aturan,” tambahnya.
Pemerintah menetapkan UMP setiap tahun. Sesuai Undang-Undang Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas UU Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, UMP ditetapkan dan diumumkan setelah tanggal 21 November.
Namun pascaputusan Mahkamah Konstitusi, terjadi perubahan UUD tentang Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023. Ada 21 pasal yang diubah, termasuk soal penetapan upah minimum pekerja.
(fby/sfr)